Dari Ummu Rizieq di Mega Sentul. Assalamu’alaikum
pa ustadz, apakah termasuk Riba, apabila kita mengambil kendaraan dari deller dengan
memakai angsuran/cicilan...?
Jawab:
Wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokaatuh.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, terlebih
dahulu perlu disampaikan definisi jual-beli secara kredit. Jual beli secara
kredit atau yang dikenal dengan sebutan bai’ut taqsîth yaitu jual-beli
barang dengan sistem pembayaran dicicil dalam jangka waktu tertentu sesuai
kesepakatan dua belah pihak.
Mengenai hukum jual-beli dengan cara seperti ini,
para Ulama berbeda pendapat, ada yang menghukuminya haram, ada yang mengatakan
sah, dan ada pula kelompok ketiga yang pertengahan antara boleh dan tidak
tetapi lebih cenderung memakruhkan.
Akan tetapi pendapat yang rajih adalah bolehnya
sistem jual beli dengan cara kredit. Ini merupakan pendapat jumhur Ulama,
diantaranya fuqaha’ mazdhab, Imam asy-Syirazi rohimahulloh dalam
al-Majmu’ Syarh Muhazzab (13/16), Imam asy-Syâthibi dalam al-Muwâfaqot
(4/41), Imam az-Zarqoni, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim rohimahumulloh,
dan lainnya. Mereka berhujjah dengan keumuman firman Alloh subhanahu wa
ta’ala dalam al-Baqoroh ayat ke-275 :
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Alloh telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba“.
Ayat ini menjelaskan bahwa hukum asal dari jual
beli adalah halal. Dan juga firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (An-Nisa’
[4]: 29)
Sedangkan hadits yang mendasari pendapat tersebut
yaitu hadits hadis Abdulloh bin Amr bin Ash rodhiallohu anhu,
beliau menceritakan bahwa “Rosululloh sholallohu alaihi wasallam
memerintahkanku untuk mempersiapkan pasukan, sedangkan kita tidak memiliki
tunggangan. Nabi sholallohu alaihi wasallam memerintahkan Abdulloh bin Amr bin
‘Ash untuk membeli tunggangan dengan pembayaran tertunda, hingga datang saatnya
penarikan zakat. Kemudian Abdulloh bin Amer bin Ash membeli setiap ekor unta
dengan harga dua ekor unta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya
penarikan zakat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan dihasankan oleh
Al-Albani).
Kisah dalam hadits tersebut menunjukkan, bolehnya
menaikkan harga barang yang dibayar secara kredit, bahkan meskipun dua kali
lipat dari harga normal.
Adapun hadits yang menyatakan, “Barangsiapa
yang melakukan jual beli dua kali dalam satu transaksi maka dia hanya boleh
mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak, maka dia terjatuh ke
dalam riba.” (Hadits shohih Riwayat, Ahmad, Abu Daud)
Hadis ini shahih, namun tafsir yang tepat adalah
sebagaimana yang dijelaskan Ibnul Qayyim dan lainnya, bahwa hadis ini merupakan
larangan jual beli dengan cara ‘inah. Contoh Jual beli ‘Inah adalah
si A menjual HP kepada si B seharga Rp 1,2 juta kredit. Kemudian si B
menjual kembali HP itu kepada A seharga 1 juta tunai.
Kemudian si A menyerahkan uang 1 juta kepada si B dan membawa HP tersebut.
Sementara si B wajib membayar cicilan utang 1,2 juta kepada si A. Sedangkan
bila si B jual beli secara kredit disertai dengan cara ribai, maka hukumnya
riba.
wallohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar