Halaman

Cahaya Pengetahuan Muslim

Selasa, 23 Desember 2014

Menatap Hari Esok Dengan Tawakal







Oleh: Dr. Muhammad Sarbini, M.H.I
Hari esok adalah hari yang berada di depan perjalanan hidup seseorang. Hari esok terkadang menjanjikan kebahagiaan dan harapan atau malah mengancam dengan ketakutan dan duka cita nestapa. Hari esok bagi seorang muslim bukan sekedar hidup masa depan di dunia, tetapi juga hidup masa depan di akhirat kelak.
Salah satu bisikan pada diri kita yang menakut-nakuti kita adalah bisikan-bisikan pada hati kita tentang ketakutan akan kefakiran dan kemiskinan. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Qur`an:

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir); sedang Alloh menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Alloh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 268)

Pada diri kita akan muncul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini:
  • Bagaimana kehidupan saya di esok hari ?
  • Bagaimana bila setelah lulus aku tidak dapat kerja?
  • Bagaimana jika aku sakit, sedangkan aku tidak punya uang untuk berobat?
  • Bagaimana kalau nanti aku tua kemudian lemah dan tidak mampu bekerja?
Ketika muda, kita selalu dibayangi dengan kemiskinan di waktu dewasa. Ketika dewasa, kita terus dibayangi kesengsaraan di waktu tua. Dan ketika tua masih juga dirisaukan oleh pikiran bagaimana dengan nasib anak cucu  saya nanti ?
Saat sebelum bekerja, kita takut dengan nasib kita ke depan. Dan sesudah dapat kerja, kita pun terus was-was kalau-kalau kena PHK. Begitulah bermacam bentuk kecemasan dan kekhawatiran menghadapi masa depan terus menggelayuti pikiran kita.
Pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana nanti, seandainya begini atau begitu, jikalau nanti…? Sesungguhnya adalah pekerjaan setan agar kita menjadi resah, gelisah, sedih, takut dan cemas, yang pada gilirannya tujuan yang diinginkan setan adalah supaya hati kita terpaut pada dunia, bergantung pada materi dan ujungnya kita rela menghalalkan segala cara untuk menggapai apa saja yang kita inginkan.
Bukankah karena alasan takut lapar, saudara kita bersedia menghalalkan segala cara mulai dari membunuh hanya karena persoalan uang seratus rupiah sampai dengan berani memalsu kwitansi atau menerima komisi tak sah jutaan rupiah ? Bukankah karena rasa takut akan kehilangan jabatan, membuat sebagian saudara kita pergi ke “orang pintar” agar bertahan pada posisinya atau supaya meningkat ke “kursi yang lebih empuk”? Bukankah karena takut akan kehabisan harta, sebagian kita jadi enggan mengeluarkan zakat dan sedekah?
Mereka itu sebenarnya adalah korban pemiskinan yang dibuat oleh setan. Setan telah berhasil mengelabui mereka dengan menghunjamkan rasa takut dan khawatir di pikiran mereka, sehingga  mereka selalu merasa cemas dan takut dengan masa depan  yang hendak dilaluinya. Mereka takut miskin, takut sengsara dan takut hidup menderita.
Untuk itu Alloh ta’ala mengajarkan bahwa tataplah masa depan dengan tawakal. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 “.. dan bertakwalah kepada Alloh, dan hanya kepada Alloh sajalah orang-orang mu`min itu harus bertawakal”. (QS. Al-Maidah [5]: 11) 

Dan di firman lainnya:
… dan Barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Alloh telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu“. (Qs. At-Tholaq [65]:3)

Tawakal merupakan pekerjaan ruhani atau qolbu. Menurut al-Qur`an, perintah tawakal ditujukan kepada jiwa atau qolbu manusia.Segala perintah Alloh diorientasikan kepada jiwa dengan tujuan mendidik, dan memperbaiki kualitasnya. Jiwa yang semakin berkualitas akan menampilkan perilaku lahiriah yang semakin berkualitas pula. Tindakan lahir sangat bergantung pada kerja batin atau jiwanya.

Kata tawakal berasal dari tawakkala-yatawakkalu-tawakkulan, yakni tawakkul. Sebutan yang benar seharusnya tawakkul, bukannya tawakal. Akan tetapi, bangsa Indonesia tampaknya lebih familiar dengan kata tawakal. Tempat kita bertawakal yang diajarkan Islam adalah al-Wakil yaitu Alloh azza wa jalla. Tidak ada sesuatupun selain Dia yang pantas dijadikan tempat menyandarkan segala urusan, menyangkut segala aspek kehidupan manusia.

Sikap tawakal membuahkan keberuntungan duniawi dan ukhrowi, itu pasti. Seseorang yang dicintai Alloh, akan beruntung dunia dan akhirat. Oleh karena itu, jangan salah mempraktekkan tawakal. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam memberi contoh praktek tawakal, laksana tawakalnya burung-burung yang berterbangan secara dinamis mencari rezekinya, ke tempat-tempat yang jauh dari tempat tidurnya.
Sebuah riwayat dari Umar bin Khothob rodhiallohu anhu menyebutkan secara marfu’,

“Sekiranya kalian bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan melimpahkan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung, yang pergi pada pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi)

Jadi, orang yang berjiwa tawakal, bukan orang yang serba menunggu dengan pasif, tetapi berjiwa aktif dan dinamis, seperti aktif dan dinamisnya burung-burung dalam mencari rezeki. Burung-burung patut dijadikan contoh yang nyata, dalam hal bertawakal, utamanya dalam usaha mencari rezeki dari Alloh. Wallohu ta’ala a’lam

Kehidupan Yang Hanya Sementara Harus Penuh Dengan Makna

 

Oleh: Ali Maulida, S.S, M.Pd.I
Saudaraku kaum Muslimin…, sesungguhnya ada banyak karakter kehidupan dunia yang harus selalu kita renungi, agar kita dapat menjalani proses kehidupan di dunia ini dengan baik, guna menggapai hasilnya kelak di akhirat juga dengan penuh kebaikan.
Diantara hal yang penting dijadikan bahan renungan, adalah kehidupan dunia bersifat sementara dan tidaklah abadi.
Secara pribadi, setiap manusia akan mengalami fase penutup lembaran kehidupan dunianya yang bernama ‘kematian’. Tidak ada satupun manusia yang dapat lolos darinya. Kematian adalah sesuatu yang pasti datangnya, dan tak ada satupun manusia yang mengetahui kapan datangnya.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ 

 “Setiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah akan disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”  (QS. Ali-Imron [3]: 185).

Di dunia ini telah milyaran manusia hidup mendahului kita, dan mereka telah lama tiada, telah habis masa kehidupan dunia yang menjadi bagian mereka. Kita-pun telah amat sering menyaksikan orang-orang yang hidup sezaman dengan kita, baik keluarga, kerabat, tetangga, maupun orang-orang yang tidak kita kenal, namun kita ketahui kabar kematiannya.
Sekalipun demikian jelasnya perkara kematian, namun tetap saja banyak manusia yang lalai darinya, dan tidak mempersiapkan diri dalam menghadapinya. Padahal setiap detik waktu yang berlalu berarti semakin dekat pula jarak antara dirinya dengan akhir hayatnya.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ 

 “Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (QS. Qof [50]: 19)

Rosululloh  memerintahkan kita untuk memperbanyak mengingat kematian, sebagaimana beliau bersabda:

“Perbanyaklah mengingat ‘pemutus berbagai kenikmatan’ yaitu kematian(HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, dll)

Banyak orang yang tahu tetapi ‘pura-pura lupa’, atau memang kehidupan dunia telah menjadikannya lupa, bahwa kematian adalah pintu gerbang yang akan dimasuki oleh setiap manusia, sebagai fase awal memasuki kehidupan di alam akhirat.
Sifat lupa memang salah satu karakter yang selalu melekat pada diri manusia.  Namun lupa pada hal ihwal kematian sangat berbeda dengan urusan lainnya. Lupa yang satu ini akan sangat fatal akibatnya. Efek negatifnya tidak lagi bisa dianggap remeh, bahkan multi efek dan dalam jangka panjang..!

Jika hal ini terjadi pada diri seorang muslim, lupa pada kematian sesungguhnya adalah indikasi yang paling jelas akan keimanannya yang sangat lemah terhadap kehidupan akhirat. Ia secara tidak sadar merasa bahwa hidupnya di alam dunia seakan abadi. Memang lisannya tidak mengatakan demikian, tetapi berbagai perbuatan dan tindak-tanduknyalah yang menjadi bukti. Ia sangat sering melakukan dosa, bahkan telah menjadikannya rutinitas keseharian. Rasa takut pada ancaman Alloh atas perbuatan maksiat, telah lama sirna dari dalam dirinya.
Perbuatan dosa yang seharusnya terasa pedih di dalam jiwa, sudah lama tak terasa lagi. Kedurhakaan kepada Alloh dan tindakan menyelisihi syariat-Nya, sangat mungkin telah menjadi hal yang lumrah dan biasa saja.

Sebaliknya, begitu banyak janji yang Alloh azza wa jalla dan Rosul-Nya kabarkan berupa pahala nan agung dan berlimpah dibalik setiap bentuk amal sholih, kini tak lagi ia hiraukan. Tak lagi ada ‘kejar, lomba, dan bersegera’ dalam melakukan kebaikan. Indahnya surga tak lagi memikat baginya. Tak heran, karena memang yang dikejarnya hanyalah dunia…!!
Lupa akan kematian, benar-benar akan berefek panjang. Orang yang memiliki sifat ini, dapat dipastikan terbawa arus hawa nafsu dan setan durjana yang selalu siap ‘memangsanya’. Ia tak lagi peduli akan seperti apa kehidupannya di dalam kubur, dan selanjutnya fase kehidupan abadi di akhiratnya nanti.
Renungilah ayat Alloh ta’ala berikut ini:

وَعْدَ اللَّهِ ۖ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (6)  وَعْدَ اللَّهِ ۖ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (7)  أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ ۗ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ (8)

“….Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang tampak (saja) berupa kehidupan dunia; sedangkan tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai. Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar ingkar terhadap pertemuan dengan Tuhan mereka.” (QS. ar-Rum [30]: 6-8)
Akibat kelalaian ini, Alloh memberikan hukuman setimpal bagi mereka di akhirat kelak, sebagaimana dalam firman-Nya:

 وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ (124)  قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125)  قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ (126)

“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Ia akan berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau mengumpulkanku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”. Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitupula pada hari ini kamupun dilupakan”. (QS. Thoha [20]: 124-126)

Jadilah Muslim yang Cerdas…
Berbeda dengan orang pertama tadi, adapun seorang muslim yang cerdas akan selalu ingat dengan kematian. Kehidupan di dunia yang sangat sementara ini, ia jadikan kesempatan untuk memperbanyak perbekalan menuju negeri abadi. Setiap detik waktu yang ia miliki terus dioptimalkan menjadi pundi-pundi kebaikan yang ia harapkan menjadi pemberat timbangannya di akhirat kelak.
Muslim yang demikian sangat pantas mendapat predikat ‘al-kayyis’  (cerdas) karena ia menggunakan akalnya untuk berfikir, mentadabburi hakikat kehidupan dunia ini, dan dengan demikian keimanannya menjadi semakin kokoh. Hal ini juga dikarenakan ia pandai mengambil pelajaran (ibroh) dari banyak peristiwa di alam semesta ini.

Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
 “Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya dan giat beramal untuk kehidupan setelah kematian (akhirat). Adapun orang yang lemah (pandir) adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya sedangkan ia mengira mendapatkan pahala dari Alloh (kesuksesan di akhirat).” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim)

Hidup yang hanya sekali ini haruslah dimanfaatkan dengan optimal dalam memperbanyak bekal. Bekal yang sesungguhnya dibutuhkan oleh setiap manusia untuk sebuah perjalanan panjang di kehidupan akhirat kelak.

Sebuah perjalanan panjang…? Ya…, kehidupan di akhirat sangatlah panjang, bahkan kekal abadi, dimana ia sangat ditentukan oleh bagaimana kita menata dan mengisi hidup di dunia ini. Hanya ada dua pilihan tempat tinggal bagi manusia, yaitu; surga atau neraka.
Dunia adalah tempat bercocok tanam, dan di akhiratlah kita akan menuai hasilnya. Dunia adalah tempat beramal, hanya disini kesempatan itu terbentang luas. Adapun di akhirat, tak ada lagi sedikitpun waktu untuk beramal, karena disana adalah tempat memetik buah atas amal.

Muslim yang cerdas tentunya akan memanfaatkan seoptimal mungkin waktunya, yaitu usia yang dimilikinya untuk menanam benih berupa karya-karya terbaiknya; amal sholih yang pasti akan Alloh azza wa jalla berikan balasan di akhirat dengan yang jauh lebih baik.

 وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 


“Berlomba-lombalah kalian dalam melakukan kebaikan…”. (QS. al-Baqoroh [2]: 148).
Akhirnya, selamat berlomba dan berpacu dalam menghasilkan karya terbaik…!

Selasa, 09 Desember 2014

Alloh Satu-satunya Tempat Untuk Bergantung




Oleh: Ibrahim Bafadhol, Lc., M.Pd.I.

Tahukah Anda akan Dzat yang selalu memperhatikan diri Anda di kala gundah dan gelisah. Dzat yang selalu mendengar keluh-kesah dan rintihan. Dialah yang mampu mengabulkan seluruh harapan dan impian. Siapa saja yang mengenal-Nya, niscaya akan mencintai-Nya. Dikala Anda sedang berharap, maka berharaplah hanya kepada-Nya. Dikala Anda sedang memohon, maka memohonlah hanya pada-Nya. Jika Anda berharap selain kepada-Nya, dapat dipastikan Anda akan menuai penyesalan. Hanya Dia-lah yang layak menjadi tempat bergantung bagi seluruh hamba-Nya. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 اللَّهُ الصَّمَدُ

“Alloh tempat bergantung seluruh makhluk-Nya.”  (QS. al-Ikhlash [112]: 2)

Ash-Shomad (tempat bergantung), adalah sebuah nama agung bagi Alloh. Dialah Dzat  Yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan dan berbeda dengan seluruh makhluk-Nya. Kesempurnaan-Nya meliputi semua sisi. Yang Maha Sempurna dalam keagungan-Nya, yang Maha Sempurna dalam kekuasaan-Nya, dan yang Maha Sempurna dalam keilmuan-Nya.Tak ada satu pun yang serupa dengan Dia. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman,

 وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.”  (QS. al-Ikhlas [112]: 4)

 فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kalian dari jenis kalian sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kalian berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuro [42]: 11)

Ibnu Abbas rodhiallohu anhu berkata tentang makna Ash-Shomad, “Tuhan yang sempurna kedermawanan-Nya, yang terhormat lagi sempurna kehormatan-Nya, yang Maha Besar lagi sempurna kebesaran-Nya, yang bersabar lagi sempurna kesabaran-Nya, yang Maha Tahu lagi sempurna pengetahuan-Nya, Dzat yang  sempurna dalam segala macam kedermawanan dan kemuliaan. Dialah Alloh subhanahu wa ta’ala dan inilah sifat-sifatnya yang hanya pantas untuk-Nya, tidak ada yang menyetarai dan menyamai-Nya. Maha Suci Alloh ta’ala yang Esa lagi Maha Perkasa.” (Tafsir Al-Qur’anul ‘Azhim hlm. 1516)

Alloh azza wa jalla memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menggantungkan seluruh harapan dan permohonan kepada-Nya. Baik dalam hal petunjuk, rezeki, kesehatan, keselamatan, anak, atau yang lainnya. Dia pasti mendengar doa dan seruanmu, serta tak seorang pun dapat menyibukan-Nya atau bingung karena permintaan yang begitu banyak.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ 

”Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rohman [55]: 29)

Yakni, Alloh ta’ala senantiasa dalam keadaan menciptakan, menghidupkan, mematikan, memelihara, memberi rezeki dan lain-lain. Maka dari itu, labuhkanlah semua harapanmu hanya kepada-Nya.

Yang Mengabulkan Setiap Harapan
Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’ala itu dekat dengan hamba-hamba-Nya. Segala yang engkau harapkan dan keluhkan dari lubuk hatimu yang paling dalam, Alloh dapat mengabulkannya. Alloh ta’ala berfirman:

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (perintah-perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu terbimbing dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 186)

Alloh ta’ala telah berjanji untuk mengabulkan segala doa yang diminta hamba-hamba-Nya. Akan tetapi bukan doa orang-orang yang lalai, apalagi yang mengingkari kesempurnaan Alloh subhanahu wa ta’ala. Pengabulan doa tersebut hanya akan diberikan kepada hamba- hamba-Nya yang memohon, baik di kala lapang maupun sempit dan di kala sehat maupun sakit. Juga hamba-hamba yang selalu taat menjalankan perintah-Nya serta menjauhi setiap yang dilarang-Nya.

Permohonan untuk mendapat hidayah agar senantiasa berjalan di atas ash-shirothul mustaqim (jalan yang lurus) merupakan permohonan yang paling agung dan terkabulnya doa tersebut merupakan pemberian yang sangat berharga. Maka  mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya bagaimana cara Idari itu, Alloh  memohon dan minta hidayah tersebut. Alloh memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menghadap ke hadirat-Nya dengan memanjatkan pujian dan sanjungan kepada-Nya, disertai dengan perbuatan amal ibadah dan ketauhidan. Inilah dua wasilah (sarana) yang akan menyampaikan kepada apa yang mereka inginkan. Bertawassul kepada-Nya dengan nama-nama, sifat-sifatNya, dan dengan penghambaan kepada-Nya. Dengan wasilah inilah doa-doa akan dikabulkan oleh-Nya.

Buah Mengimani Sifat Ash-Shomad (Tempat Bergantung)
Ketika seorang mukmin mengimani sifat-sifat Alloh yang salah satunya adalah ash-Shomad (tempat bergantung), maka hal ini akan memberikan beberapa pengaruh yang positif dalam jiwanya, seperti :

   1.  Dengan mengimani sifat Alloh tersebut, maka akan tertanam dalam diri seorang Mukmin keyakinan tentang kesempurnaan Alloh ta’ala.
  2.  Dengan mengimani sifat Alloh tersebut, maka seorang mukmin tidak ragu-ragu dalam melabuhkan setiap harapan dan permohonannya kepada Alloh tanpa menoleh kepada selain-Nya disebabkan keyakinan yang mendalam akan terkabulnya setiap harapan dan permohonannya.
  3. Dengan mengimani sifat Alloh tersebut, maka akan timbul dalam diri seorang mukmin rasa kedekatan kepada Alloh subhanahu wa ta’ala sehingga melahirkan rasa ketenangan dalam hatinya. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ 

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Alloh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ro’d [13]: 28)

  4.  Dengan mengimani sifat Alloh tersebut, maka seorang Mukmin akan merasa tentram dan mantap ketika telah menggantungkan seluruh harapannya kepada Alloh. Sebab, dia meyakini bahwa Alloh subhanahu wa ta’ala sajalah yang Maha Sempurna segala sifat-sifatnya. Yang Maha Sempurna kedermawanan-Nya, Yang Maha Sempurna kehormatan-Nya, Yang Maha Sempurna kebesaran-Nya, Yang Maha Sempurna kesabaran-Nya, Yang Maha Sempurna pengetahuan-Nya, Yang Maha Sempurna kebijaksanan-Nya, dan Yang Maha Sempurna segala sifat-Nya.
  5.  Dengan mengimani sifat Alloh tersebut, maka seorang Mukmin akan selalu bertambah keimanannya. Karena iman itu yazid wa yanqush, bisa bertambah dan berkurang, bertambah karena ma’rifat dan ketaatan, serta berkurang karena kebodohan dan kemaksiatan.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Alloh-lah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal [8]:2)
Dalam ayat lain Alloh ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا 

“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS. Al-Fath [48]: 4)

Demikianlah beberapa manfaat dan hikmah dari rasa ketergantungan seorang  hamba kepada Dzat yang Maha Sempurna lagi tempat bergantung bagi seluruh hamba-Nya. Semoga Alloh ta’ala menetapkan kita menjadi hamba yang senantiasa bergantung dan bertawakkal hanya kepada-Nya. Wallohu A'alam Bishowab.