Halaman

Cahaya Pengetahuan Muslim

Jumat, 06 September 2013

Pentingnya Amalan Dalam Hati


Dari An-Nu’man bin Basyir beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (Muttafaqun’alaih)
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan memperbaiki amalan hati, karena kebaikan dan keburukan seluruh anggota badan mengikuti kebaikan dan keburukan hati manusia[1]. Dalam hadits lain yang semakna, Rasulullah bersabda: “Takwa itu (terletak) di sini“, dan beliau menunjuk ke dada (hati) beliau tiga kali. (HR. Muslim no.2564)
Beberapa faedah penting hadits ini:
  • Yang dimaksud dengan amalan hati adalah cinta, takut, berharap, berserah diri, yakin, ridha dan lain-lain, yang semua ini tidak pantas ditunjukan kecuali kepada Allah semata-mata.
  • Mengusahakan perbaikan amalan hati lebih baik baik seorang hamba daripada amalan anggota badan, karena amalan hatilah yang membedakan orang-orang yang benar dalam keimanannya dari orang-orang yang dusta (munafik) [2].
  • Imam Nawawi berkata, “Dalam hadits ini terdapat (anjuran) yang kuat untuk (selalu) mengusahakan perbaikan (amalan) hati dan menjaganya dari kerusakan (keburukan)” [4]
    -Imam Ibnul Qayyim berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba hanyalah mampu melalui tahapan-tahapan perjalanan menuju (ridha) Allah dengan hati dan keinginan yang kuat, bukan (cuma sekedar) dengan (perbuatan) anggota badannya. Dan takwa yang hakiki adalah takwa (dalam) hati dan bukan takwa (pada) anggota badan (saja). Allah berfirman yang artinya, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. al-Hajj/22:32″) (Al-Fawaid hlm. 185)
  • Hadits ini tidak menunjukkan bahwa amal anggota badan tidak berguna dan tidak perlu diusahakan perbaikannya, akan tetapi maksud dari hadits ini adalah bahwa amal perbuatan yang tampak pada anggota badan manusia, tidak mesti ditujukan untuk mencari ridha Allah semata. Lihatkan kaum munafikin di masa Rasulullah misalnya, mereka menampakkan Islam secara lahir, untuk melindungi diri mereka dari kaum Muslimin, padahal dalam hati mereka tersimpan kekufuran dan kebencian yang besar terhadap Islam. Tentang makna hadits kedua di atas, Imam Nawawi berkata: “Artinya: sesungguhnya amalan perbuatan yang tampak (pada anggota badan) tidaklah (mesti) menunjukkan adanya takwa (yang hakiki pada diri seseorang), akan tetapi takwa (yang sebenarnya), akan tetapi takwa (yang sebenarnya) terwujud pada apa yang terdapat dalam hati (manusia), berupa pengagungan, ketakutan dan (selalu) merasakan pengawasan Allah[4].*”
  • Hati manusia ibarat raja, sedang seluruh anggota badan ibarat bala tentaranya. Maka, kalau sang raja baik, semua bala tentaranya akan baik, dan kalau dia buruh, semua bala tentaranya akan buruk[5].
  • Allah tidak akan menerima seseorang yang menghadap-Nya kecuali dengan membawa hati yang selamat (bersih). Allah berfirman yang artinya: (Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menhadap Allah dengan hati yang bersih. (QS. asy-Syuara’/26:89).
  • Hati yang bersih adalah hati yang hanya dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah dan segala sesuatu yang dicintai-Nya, serta rasa takut kepada-Nya dan takut terjerumus kepada segala sesuatu yang dibenci-Nya[6]
Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA Dari Majalah As-Sunnah No. 06/Thn XVI, DzulQa’dah 1433 H, Oktober 2012 M
Catatan kaki:
[1] Lihat keterangan Imam an-Nawawi dalam syarh Shahih Muslim 11/29
[2] Lihat Badai’ul Fawaid 3/710
[3] Syarhu Shahihi Muslim 11/29
[4] Syarh Shahih Muslim 6/121
[5] Lihat Jami’ul wal Hikam hlm 74.
[6] Lihat Jami’ul wal Hikam hlm 74.


Wallahu a’lam

(artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Maha tahu atau Maha Mengetahui)