Halaman

Cahaya Pengetahuan Muslim

Jumat, 27 Februari 2015

Agar Nafkah Menjadi Berkah





Dari Abu Abdulloh Az-Zubair bin Al-‘Awwam rodhiallohu anhu, ia berkata: Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda: “Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Alloh mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR. al-Bukhori)

Pernah suatu hari salah seorang shohabiah Nabi sholallohu alaihi wasallam, Hindun binti Utbah rodhiallohu anha datang menemui Rosululloh sholallohu alaihi wasallam mengadukan kesulitannya karena suaminya tidak memberikan nafkah yang cukup untuknya dan anak-anaknya. Ia terpaksa mengambil harta suaminya tanpa sepengetahuannya untuk mencukupi kebutuhan. Maka Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda kepadanya:
“Ambillah (dari harta suamimu) apa yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang baik.” (HR. al-Bukhori – Muslim)

Dua hadits di atas menggambarkan bahwa begitu pentingnya mencari nafkah. Meskipun sepertinya dua hadits di atas tidak terkait, namun bisa disimpulkan bahwa seseorang yang bekerja untuk mencari nafkah lebih utama dari sekedar meminta-minta harta kepada orang lain.

Dalam struktur keluarga, tugas dalam mencari nafkah adalah sepenuhnya milik sang suami atau ayah. Karena suami merupakan kepala rumah tangga yang bertanggung jawab atas keberlangsungan kehidupan rumah tangganya. Bahkan menafkahi keluarga merupakan satu amalan besar di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ 

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS. An-Nisa [4]: 34).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa salah satu sebab laki-laki lebih utama dari wanita karena mereka menginfakkan hartanya pada mereka. Dan di antara infak yang paling utama adalah menanggung nafkah istrinya. Oleh karena itu sang istri harus memahami akan kewajiban ini. Jangan sampai ia menuntut nafkah di luar kesanggupan suaminya. Karena hal tersebut kedzoliman terhadap suami. Begitu juga bagi sang suami jangan sampai terlalu pelit bahkan menelantarkan tidak memberi nafkahnya pada istri sehingga ia merasa kekurangan karena hal ini juga suatu kedzoliman.

Persoalan nafkah merupakan suatu hal yang sangat sensitif. Karena ini menyangkut keberlangsungan hidup rumah tangga. Meskipun kadarnya masih di bawah pola hidup beragama masing-masing pasangan, namun inipun bisa menjadi keruh jika tidak diselesaikan secara baik dan benar.

Oleh karena itu, masing-masing pihak baik itu suami sebagai pencari nafkah maupun istri sebagai pengelola keuangan harus senantiasa mengerti dan memahami tugas dan perannya masing-masing. Harta yang didapatkan suami atas apa yang diusahakannya merupakan karunia dari Alloh. Jika istri bersabar serta merasa cukup (qona’ah) dengannya, maka Alloh akan memberikan keberkahan di dalamnya. Namun sebaliknya, jika sang istri sebagai “pengelola” keuangan terus-terusan mengeluh bahkan cenderung merendahkan hasil jerih payah suami atau bahkan berlaku boros, maka ini merupakan sebuah pelanggaran yang fatal dilakukan oleh seorang istri. Imbasnya adalah akan memicu masalah dalam keluarga yang berakibat kepada perceraian, naudzubillahi min dzalik.

Untuk itu, perlu ditanamkan sedini mungkin kepada istri bahwa urusan nafkah dan rizki adalah di bawah pengaturan Alloh ta’ala. Kita hanya diwajibkan untuk berikhtiar, selebihnya serahkan kepada Alloh dengan diiringi doa tentunya.

Agar Nafkah Menjadi Berkah
Kekayaan yang Alloh subhanahu wa ta’ala berikan kepada manusia hanyalah titipan sementara. Sebagian manusia ada yang mendapatkan dengan jumlah yang besar, ada juga sebagian lainnya mendapatkan titipan itu dengan jumlah yang kecil. Namun dalam pandangan Islam, keberkahan harta tidaklah diukur dari besaran jumlah nominal.

Harta kekayaan seseorang akan berkah jika pemiliknya melakukan amalan-amalan sesuai dengan tuntunan Islam. Berikut amalan-amalan yang dimaksud:

Pertama, bersyukur kepada Alloh atas segala nikmat yang dikaruniakan kepadanya. Alloh ta’ala berfirman,

 وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ 

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, tetapi jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrohim [14]: 7)

Kedua, silaturahim. Amalan ini merupakan upaya menyambung tali persaudaraan antar sesama manusia, merajut dan memperkuat ukhuwah islamiyah (persaudaraan Muslim) dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia). Praktik ini dapat melapangkan rezeki dari Alloh I.

Abu Huroiroh rodhiallohu anhu menyampaikan sebuah hadits Nabi sholallohu alaihi wasallam yang berkaitan dengan hal ini, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali kekerabatan (silaturahim).” (HR al-Bukhori).

Ketiga, menafkahkannya di jalan Alloh. Berkembangnya harta dipengaruhi juga oleh faktor di mana ia dibelanjakan.

 مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir pada tiap-tiap bulir seratus biji. Alloh melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan, Alloh Mahaluas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 261).

Keempat, senantiasa melakukan kebaikan. Segala kebaikan akan kembali kepada pelakunya. Kebaikan itu akan membuahkan keberkahan dan kebahagiaan. Dalam Al-Quran, dijelaskan,

 إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ

“Jika kalian berbuat baik, (berarti) kalian berbuat baik bagi dirimu.” (QS Al-Isro’ [17]: 7)

Kelima, berzakat dan bersedekah. Zakat dan sedekah akan membersihkan harta seseorang karena di dalamnya terdapat hak orang lain. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman,

 خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ 

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kalian membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya, doa kalian itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan, Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah [9]: 103)

Itulah lima amalan yang akan mendatangkan keberkahan harta kekayaan. Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala menurunkan keberkahan-Nya dari langit dan bumi melalui harta kekayaan yang kita miliki. Amin.

Jurus Menjadi Pengusaha Sukses dan Bertaqwa


Islam merupakan agama (din) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali dalam berbisnis dan usaha. Banyak kita saksikan saat ini para pebisnis yang memisahkan antara aktivitasnya itu dengan nilai-nilai ajaran Islam, dan hal ini tentunya akan berdampak negatif terhadap diri maupun usaha atau bisnis yang mereka jalani. Baik kerugian di dunia maupun akhirat. Padahal syari’at Islam telah memberikan panduan bagi umatnya dalam berbisnis agar dapat meraih kesuksesan dan keridhoan dari Alloh subhanahu wa ta’ala. Berikut ini adalah kiatnya:
  1. Ketulusan Niat
Niat adalah dasar dan pembangkit segala bentuk ucapan dan tindakan. Bila niat Anda tulus dan luhur, niscaya ketulusan niat ini terpancar dalam ucapan dan tindakan Anda. Seorang pebisnis yang menjalankan aktivitasnya dengan niat Ibadah, maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Alloh ta’ala. Dan seorang muslim ketika menjalankan perniagaannya hendaknya dalam rangka menjaga kehormatan dirinya, sehingga (dia) tidak merendahkan diri dengan meminta-minta. Dengan berniaga, keluhuran jiwa seorang muslim terbukti dengan tercukupinya kebutuhan dan nafkah setiap orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:

“Andai salah seorang di antara kalian pergi mencari kayu bakar dan memanggulnya di atas punggungnya, sehingga dengan itu ia dapat bersedekah dan mencukupi kebutuhannya (tidak meminta-minta kepada) orang lain, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik orang itu memberinya atau menolak permintaannya, karena sesungguhnya tangan yang (berada) di atas lebih utama daripada tangan yang (berada) di bawah. Mulailah (nafkahmu dari) orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (HR. al-Bukhori)
  1. Tangguh dan Pantang Menyerah
Di antara kepribadian pengusaha muslim yang membedakannya dari selainnya ialah ketangguhan mental dan jiwanya. Berbagai aral yang melintang di jalan hidupnya tidak menjadikan semangatnya luntur. Kegagalan dan tantangan, yang kadang menghiasi perjuangannya, tidak menjadikannya lemah dan kendur semangat. Dia akan selalu optimis dan menatap masa depan dengan penuh kepercayaan. Dan Islam sama sekali tidak memperbolehkan umatnya untuk bersikap malas, loyo ataupun patah semangat.
  1. Tawakal
Sebagai pebisnis, ketika anda beriman kepada Alloh, maka hal ini tidak menjadikan Anda bertopang dagu dan pasrah dengan setiap kenyataan. Keimanan terus mendorong Anda untuk berusaha tanpa kenal lelah. Walau demikian, Anda menyerahkan hasil dari usaha keras Anda kepada kehendak dan karunia Alloh. Hal ini dikarenakan semua rizki yang kita peroleh adalah pemberian dari Alloh. Sebagaimana Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

… نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ 

“… Kamilah yang menentukan, di antara mereka, penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian lainnya beberapa derajat, agar mereka dapat mengambil manfaat satu sama lain.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 32)

Kita juga dapat melihat betapa indah gambaran Rosululloh sholallohu alaihi wasallam tentang tawakal berikut ini, Beliau bersabda:

“Andai engkau bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya, niscaya Alloh memberimu rezeki sebagaimana Alloh memberi rezeki kepada burung yang di pagi hari meninggalkan sarangnya dan ketika senja hari tiba, ia telah kenyang.” (HR. Ahmad)

Coba Anda cermati burung-burung yang ada di sekitar rumah. Di pagi hari, adakah burung yang tidak meninggalkan sarangnya? Bila ada, maka dapat dipastikan itu adalah burung yang sedang sakit. Dengan demikian, tawakal yang benar tidak menyebabkan Anda menjadi manusia pemalas. Akan tetapi, tawakal menjadikan Anda dapat menatap hari esok dengan penuh percaya diri tanpa ada kekhawatiran sedikit pun.
  1. Kesibukan Berbisnis Tidak Menghalangi Anda untuk Mengingat Alloh
Di antara karakter pebisnis muslim yang sangat indah dan membedakan Anda dari pengusaha kafir ialah bahwa Anda senantiasa ingat kepada Alloh I. Dengan demikian, Anda senantiasa menjalankan kewajiban ibadah kepada Alloh subhanahu wa ta’ala tanpa terganggu oleh berbagai aktivitas perniagaan Anda. Hal ini berdasarkan firman Alloh:

 رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ 

“Laki-laki yang tidak terlalaikan dari mengingat Alloh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, (disebabkan) oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli. Mereka takut kepada suatu hari yang, di hari itu, hati dan penglihatan berguncang.” (QS. An-Nur [24]: 37)

Anda senantiasa sadar dan selalu ingat bahwa Alloh I mengetahui setiap perbuatan dan ucapan Anda. Anda pun percaya bahwa setiap ucapan dan perbuatan Anda pastilah mendapat balasan yang setimpal. Kesadaran ini menjadikan Anda waspada dan tidak menghalalkan segala macam cara dalam mencari keuntungan niaga. Baik dengan menipu, mengurangi timbangan atau yang lebih parah dari itu yakni mendatangi dukun agar perniagaan Anda laris terjual. Dan jangan pernah khawatir dengan rizki dari Alloh, yang menjadikan anda berbuat kecurangan.

Sebagaimana Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
“Jangan pernah engkau merasa (seluruh) rezekimu terlambat datang, karena sesungguhnya tiada seorang pun hamba yang mati, hingga telah datang kepadanya rezeki terakhir yang ditentukan untuknya. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Alloh dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR.  Ibnu Majah)

Hal penting juga untuk diingat adalah, jangan tinggalkan atau menunda sholat hanya karena masalah duniawi berupa perniagaan ataupun transaksi bisnis yang menjanjikan keuntungan besar. Harus anda ingat, bahwa harta kekayaan dunia bukanlah standar keberhasilan, baik di dunia atau akhirat. Harta kekayaan hanyalah titipan dan bahkan ujian, adakah Anda bersyukur atau sebaliknya, kufur. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ 

“Dan ketahuilah bahwa harta benda dan anak keturunanmu hanyalah cobaan, dan sesungguhnya Alloh, di sisi-Nya terdapat pahala yang agung.” (QS. al-Anfal [8]: 28)

Anda percaya bahwa keberhasilan hidup tidaklah diukur dari banyak atau sedikitnya kekayaan Anda. Terlalu rendah dan hina bila kesuksesan hidup diukur dengan materi. Hal ini juga disabdakan oleh Rosululloh sholallohu alaihi wasallam, “Andai dunia beserta isinya adalah seberat sayap nyamuk, niscaya Alloh tidak pernah memberi kesempatan kepada orang kafir untuk meneguk walau hanya seteguk air minum.” (HR. at-Tirmidzi)
  1. Jujur
Syariat Islam mengajarkan untuk selalu berbuat jujur dalam segala keadaan. Anda berlaku jujur walaupun kejujuran Anda dapat menimbulkan kerugian pada diri Anda sendiri. Hal ini lebih baik daripada Anda berbohong demi meraih keuntungan dunia yang fana, dan tak setara sayap serangga. Kejujuran dalam berniaga ini sangat ditekankan oleh Rosululloh, sebagaimana beliau sholallohu alaihi wasallam pernah berseru:

“Wahai para pedagang!” Spontan mereka menegakkan leher dan pandangan guna memperhatikan seruan Rosululloh. Lalu, beliau bersabda, “Sesungguhnya, kelak di hari kiamat, para pedagang akan dibangkitkan sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa kepada Alloh, berbuat baik, dan berlaku jujur.” (HR. Tirmidzi)
  1. Membelanjakan Harta di Jalan yang Benar
Kesuksesan dan kekayaan, mungkin saja menjadikan Anda lalai dan lupa daratan. Betapa tidak, segala yang Anda inginkan dapat terwujud dengan mudah berkat kekayaan Anda yang melimpah. Betapa sering Anda bisa menahan diri dan bersikap bersahaja tatkala kantong Anda cekak. Namun, hal itu begitu berat untuk Anda lakukan bila kantong Anda tebal.

Keimanan dan keluhuran jiwa Andalah yang dapat menahan Anda dari sikap angkuh dan melampaui batas ketika Anda berhasil mencapai kekayaan. Yang demikian itu, karena Anda sadar bahwa suatu saat nanti kekayaan itu harus Anda pertanggungjawabkan, dari mana Anda memperolehnya dan untuk tujuan apa Anda membelanjakannya.

“Kelak, pada hari kiamat, tidaklah kedua kaki seorang hamba dapat bergeser hingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya, apa yang ia perbuat dengannya; tentang hartanya, dari mana dan ke mana ia belanjakan; dan tentang badannya, untuk apa ia gunakan.” (HR. at-Tirmidzi)

Banyak banyaklah berinfaq dan shodaqoh, sebab dengan banyak berinfaq dan bershodaqoh, maka harta Anda akan semakin berkah dan melimpah, sebagaimana Rosululloh r bersabda: “Tidaklah shodaqah itu mengurangi harta.” (HR. Muslim)

Demikianlah penjelasan singkat ini, Semoga anda menjadi pebisnis yang sukses dunia akhirat.
Wallohu ta’ala a’lam.

Kamis, 26 Februari 2015

Tidak Ada Kesabaran Tanpa Kesuksesan


Oleh: Arifin, S.H.I
Kesuksesan merupakan cita-cita terbesar bagi setiap insan. Tidak ada manusia melainkan mereka ingin sukses. Lantas apa kunci kesuksesan? Tidak lain dan tidak bukan kesabaran adalah kunci terbesar seseorang meraih kesuksesan, baik kesuksesan dunia maupun akhirat.
Alloh subhanahu wa ta’ala anugerahkan kepada orang-orang yang beriman sifat kesabaran. Inilah modal besar kesuksesan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:

“Sangat mengagumkan kondisi orang mukmin, sebab segala keadaannya untuk dia sangat baik dan tidak mungkin terjadi yang demikian kecuali bagi seorang mukmin: jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukurnya itu lebih baik baginya dan jikalau menderita kesusahan ia bersabar dan sabar itu lebih baik baginya”. (HR Muslim)

Kisah Ashabul Ukhdud dapat menjadi pelajaran bagi kita, karena kesabaran mereka memegang prinsip dan keyakinan yaitu beriman kepada Alloh Yang Maha Esa. Kisah ini diabadikan di dalam surat al-Buruj yang senantiasa dibaca oleh orang beriman hingga akhir zaman. Mereka diuji dengan cobaan dahsyat sampai akhirnya mereka dimasukkan ke dalam api yang berkobar, sehingga ada riwayat yang menceritakan bahwa seorang ibu tidak tega melihat anaknya yang masih bayi untuk ikut masuk kedalam api, lalu terjadi suatu keajaiban, anaknya yang bayi tersebut dapat bicara dengan mengatakan, “Wahai ibu bersabarlah sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran.”

Karena kesabaran mereka dalam memegang prinsip kebenaran, maka Alloh ta’ala balas mereka dengan surga yang di bawahnya terdapat sungai-sungai yang mengalir.

Kisah ibunda Anas bin Malik rodhiallohu anhu, Ummu Sulaim rodhiallohu anha menjadi motivasi kesabaran menghadapi kematian sang buah hati. Disebutkan bahwa buah hati tercintanya mengalami sakit. Kemudian sakitnya bertambah parah hingga akhirnya meninggal dunia.

Ummu Sulaim rodhiallohu anha berkata kepada sanak keluarganya, “Jangan sekali-kali kalian memberitahukan perihal anak ini pada Abu Tholhah (suamiku) sampai aku sendiri yang memberitahunya.”

Sekembalinya Abu Tholhah rodhiallohu anhu, alhamdulillah, air mata kesedihan Ummu Sulaim telah mengering. Ia menyambut kedatangan suaminya dengan hangat. Sang suami bertanya, “Bagaimana keadaan putraku sekarang?” “Dia lebih tenang dari biasanya.” Jawab Ummu Sulaim rodhiallohu anha dengan wajar. Abu Tholhah merasa begitu letih hingga tak ada keinginan menengok putranya. Namun hatinya turut berbunga-bunga mengira putranya dalam keadaan sehat. Ummu Sulaim  pun menjamu suaminya dengan hidangan malam yang istimewa dan berdandan serta berhias dengan wangi-wangian, membuat Abu Tholhah rodhiallohu anhu tertarik dan mengajaknya tidur bersama. Setelah Abu Tholhah menggauli istrinya dan merasa puas, Ummu Sulaim rodhiallohu anha bertanya, “Wahai Abu Tholhah apa pendapatmu bila ada seseorang meminjamkan barang kepada tetangganya lantas ia meminta kembali barang tersebut. Pantaskan jika si peminjam enggan mengembalikannya?” “Tidak,” jawab Abu Tholhah. Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu, fulan, adalah pinjaman dari Alloh dan Dia telah mengambilnya.”Abu Tholhah beristirja (mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaaa ilaih rooji’uun) dan memuji Alloh seraya mengatakan, “Demi Alloh, aku tidak membiarkanmu mengalahkanku dalam kesabaran.”

Pagi-pagi buta sebelum cahaya matahari kelihatan penuh, Abu Tholhah menjumpai Rosululloh sholallohu alaihi wasallam dan menceritakan kejadian itu. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam pun bertanya, ‘Apakah semalam kalian bercampur?’ Abu Tholhah rodhiallohu anhu menjawab, ‘Ya.’ Nabi sholallohu alaihi wasallam berdoa, “Ya Alloh, berilah keberkahan pada mereka berdua.”

Rupanya, Alloh mengabulkan doa Nabi-Nya dan menakdirkan anak dari hubungan keluarga Ummu Sulaim tersebut. Beberapa bulan kemudian sang anak tersebut lahir dan diberi nama Abdulloh oleh Rosululloh sholallohu alaihi wasallam. Dan barokahnya ternyata tak hanya sampai di situ. Kelak di kemudian hari, Abdulloh memiliki sembilan orang putra yang semuanya penghafal al-Qur’an.

Saudaraku… Dua kisah di atas sungguh mengagumkan. Pelajaran yang bisa dipetik darinya adalah bahwa kehidupan dunia penuh dengan cobaan dan ujian. Hal ini sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala:

 لُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ 

“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kalian dikembalikan.” (QS. al-Anbiya’ [21] : 35)

Barang siapa yang bersabar menghadapinya niscaya ia meraih kesuksesan. Demi mempertahankan kebenaran, sang ibu dan buah hatinya bersabar dibakar di api yang berkobar, akhirnya mereka sukses meraih kabar gembira berupa surga yang dipenuhi kenikmatan. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqoroh [2] : 155)

Ummu Sulaim rodhiallohu anha tabah dan sabar menghadapi kematian anaknya, namun pada akhirnya ia menuai kesuksesan. Ia memperoleh keturunan sembilan putra penghafal al-Qur’an.
Marilah kita bersabar dan beradu kesabaran dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Semoga kita meraih kesuksesan besar, yaitu dimasukkan ke dalam surga-Nya dan dijauhkan dari api neraka yang menyala-nyala. Alloh ta’ala berfirman:

 فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“…Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imron [3]: 185)
Wallohu ta’ala a’lam…