Selasa, 13 Maret 2012
Senin, 12 Maret 2012
Sabtu, 10 Maret 2012
Jumat, 09 Maret 2012
Kaya Yang Sesungguhnya ialah Kaya Hati
Orang kaya pastikah selalu merasa cukup? Belum tentu. Betapa banyak
orang kaya namun masih merasa kekurangan. Hatinya tidak merasa puas
dengan apa yang diberi Sang Pemberi Rizki. Ia masih terus mencari-cari
apa yang belum ia raih. Hatinya masih terasa hampa karena ada saja yang
belum ia raih.
Coba kita perhatikan nasehat suri tauladan kita. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَالَ لِي
رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى
كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة
الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ :
إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai
Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang
disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi,
“Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?”
“Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun
bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati
(hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati
(hati yang selalu merasa tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Inilah nasehat dari suri tauladan kita. Nasehat ini sungguh berharga.
Dari sini seorang insan bisa menerungkan bahwa banyaknya harta dan
kemewahan dunia bukanlah jalan untuk meraih kebahagiaan senyatanya.
Orang kaya selalu merasa kurang puas. Jika diberi selembah gunung berupa
emas, ia pun masih mencari lembah yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Oleh karena itu, kekayaan senyatanya adalah hati yang selalu merasa
cukup dengan apa yang Allah beri. Itulah yang namanya qona’ah. Itulah
yang disebut dengan ghoni (kaya) yang sebenarnya.
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Hakikat kekayaan
sebenarnya bukanlah dengan banyaknya harta. Karena begitu banyak orang
yang diluaskan rizki berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah
merasa puas dengan apa yang diberi. Orang seperti ini selalu berusaha
keras untuk menambah dan terus menambah harta. Ia pun tidak peduli dari
manakah harta tersebut ia peroleh. Orang semacam inilah yang seakan-akan
begitu fakir karena usaha kerasnya untuk terus menerus memuaskan
dirinya dengan harta. Perlu dikencamkan baik-baik bawa hakikat kekayaan
yang sebenarnya adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni,
selalu merasa cukup). Orang yang kaya hati inilah yang selalu merasa
cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah (puas) dengan yang
diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah. Orang semacam ini tidak
begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak
pernah letih untuk terus menambahnya. Kondisi orang semacam inilah yang
disebut ghoni (yaitu kaya yang sebenarnya).”
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan pula, “Orang yang disifati dengan kaya hati adalah orang yang selalu qona’ah
(merasa puas) dengan rizki yang Allah beri. Ia tidak begitu tamak untuk
menambahnya tanpa ada kebutuhan. Ia pun tidak seperti orang yang tidak
pernah letih untuk mencarinya. Ia tidak meminta-minta dengan bersumpah
untuk menambah hartanya. Bahkan yang terjadi padanya ialah ia selalu
ridho dengan pembagian Allah yang Maha Adil padanya. Orang inilah yang
seakan-akan kaya selamanya.
Sedangkan orang yang disifati dengan miskin hati adalah kebalikan dari orang pertama tadi. Orang seperti ini tidak pernah qona’ah
(merasa pus) terhadap apa yang diberi. Bahkan ia terus berusaha kerus
untuk menambah dan terus menambah dengan cara apa pun (entah cara halal
maupun haram). Jika ia tidak menggapai apa yang ia cari, ia pun merasa
amat sedih. Dialah seakan-akan orang yang fakir, yang miskin harta
karena ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diberi. Oran
inilah orang yang tidak kaya pada hakikatnya.
Intinya, orang yang kaya hati berawal dari sikap selalu ridho dan menerima segala ketentuan Allah Ta’ala.
Ia tahu bahwa apa yang Allah beri, itulah yang terbaik dan akan
senatiasa terus ada. Sikap inilah yang membuatnya enggan untuk menambah
apa yang ia cari.”
Perkataan yang amat bagus diungkapkan oleh para ulama:
غِنَى النَّفْس مَا يَكْفِيك مِنْ سَدّ حَاجَة فَإِنْ زَادَ شَيْئًا عَادَ ذَاكَ الْغِنَى فَقْرًا
“Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau butuh.
Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah
ghina (kaya hati), namun malah fakir (miskinnya hati).”
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kaya yang terpuji adalah
kaya hati, hati yang selalu merasa puas dan tidak tamak dalam mencari
kemewahan dunia. Kaya yang terpuji bukanlah dengan banyaknya harta dan
terus menerus ingin menambah dan terus menambah. Karena barangsiapa yang
terus mencari dalam rangka untuk menambah, ia tentu tidak pernah merasa
puas. Sebenarnya ia bukanlah orang yang kaya hati.”
Namun bukan berarti kita tidak boleh kaya harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
Dari sini bukan berarti kita tercela untuk kaya harta, namun yang
tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa
yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan
rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang
diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Sifat qona’ah dan selalu merasa cukup itulah yang selalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta pada Allah dalam do’anya. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يقول : (( اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721).
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf
dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak
diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup
dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.”
Saudaraku ... milikilah sifat qona’ah, kaya hati yang selalu
merasa cukup dengan apa yang Allah beri. Semoga Allah menganugerahkan
kita sekalian sifat yang mulia ini.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Kamis, 08 Maret 2012
Cara Mudah Untuk Meraih Kebahagiaan
Sebuah nasehat dari seorang ‘alim robbani:
Ketahuilah, mentaati Allah dan Rasul-Nya serta menjadikan keduanya sebagai hakim dalam memutuskan perselisihan adalah sebab seseorang mendapatkan kebagahagiaan di dunia dan di akhirat.
Jika seseorang merenungkan berbagai kejadian di alam ini dan mencermati
berbagai kerusakan yang timbul, pastilah ia tahu bahwa sebab kerusakan
di muka bumi ini terjadi karena menyelisihi seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
keluar dari ketaatan padanya. Sebaliknya, segala kebaikan yang muncul
di muka bumi ini ada karena sebab ketaatan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Begitu pula berbagai bencana dan siksaan di akhirat kelak, itu semua terjadi karena menyelisihi seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karenanya, segala kerusakan di dunia dan akhirat disebabkan karena menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seandainya seluruh manusia menaati Rasul dengan melakukan ketaatan
dengan sebenar-benarnya, niscaya tidak akan ada satu pun kerusakan di
muka bumi. Inilah yang sering kita saksikan pada berbagai musibah dan
bencana yang terjadi di muka. Semua kejelekan, kerusakan dan kesusahan
itu terjadi pada diri hamba karena penyelisihannya terhadap seruan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika seseorang betul-betul mentaati beliau dalam ajakannya, maka ia termasuk orang-0rang yang akan mendapatkan rasa aman dan mendapatkan keselamatan.
Jadi, dari penjelasan di atas telah diketahui bahwa
berbagai kerusakan di muka bumi dan di akhirat nanti, itu semua
disebabkan oleh kejahilan (kebodohan) terhadap ajaran Rasul dan enggan
mengamalkan ajarannya padahal telah ia ilmui.
Dari sini diketahui bahwa tidak akan ada keselamatan dan
kebahagiaan selain dengan berusaha keras mengilmui ajaran Rasul dan
mengamalkannya. Kemudian untuk menyempurnakan kebahagiaan tersebut
ditambah dengan dua amalan yaitu: [1] mendakwahkan ilmu tadi pada orang
lain dan [2] bersabar dan bersungguh-sungguh dalam mendakwahkannya.
Ringkasnya untuk menjadi insan (manusia) sempurna adalah dengan melakukan empat hal berikut:
- Mengilmui ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Mengamalkan ilmu tersebut.
- Mendakwahi dan menyebarkan ilmu.
- Bersabar dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya.
-Demikian penjelasan yang sangat bagus dari Ibnul Qayyim-
semoga Allah senantiasa merahmati beliau-.
Semoga nasehat berharga ini bisa menjadi renungan kita bersama.
Faedah Ilmu dari Kitab Ibnu Qayyim Al Jauziyah:
Zaadul Muhaajir (Ar Risalah At Tabukiyah), hal. 30, Darul Hadits, tahun 1411 H.
Keutamaan Mengasihi dan Mencintai Orang Miskin
Ada sebuah do’a yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang isinya:
Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot wa tarkal munkaroot wa hubbal masaakiin …
(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan
meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu sifat mencintai orang
miskin).
Dari do’a ini saja menunjukkan keutamaan seorang muslim
mencintai orang miskin. Lalu kenapa sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berdo’a sedemikian rupa? Apa gerangan dengan si miskin?
Mencintai orang miskin adalah tanda ikhlasnya cinta seseorang. Karena
apa yang dia harap dari si miskin? Si miskin tidak memiliki materi atau
harta yang banyak. Beda halnya dengan seseorang mencintai orang kaya,
pasti ada maksud, ada udang di balik batu. Dan kadang maksud mencintai
orang kaya tadi tidak ikhlas. Inilah di antara alasan kenapa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a yang demikian kepada kita.
Mari kita lihat penjelasan mengenai hadits yang kami maksudkan di atas. Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
اللَّهُمَّ
إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ
الْمَسَاكِينِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِى وَتَرْحَمَنِى وَإِذَا أَرَدْتَ
فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنِى غَيْرَ مَفْتُونٍ أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ
مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Wahai Muhammad, jika engkau shalat, ucapkanlah do’a: Allahumma
inni as-aluka fi’lal khoiroot wa tarkal munkaroot wa hubbal masaakiin,
wa an taghfirolii wa tarhamanii, wa idza arodta fitnata qowmin
fatawaffanii ghoiro maftuunin. As-aluka hubbak wa hubba maa yuhibbuk wa
hubba ‘amalan yuqorribu ilaa hubbik (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu
untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu supaya bisa mencintai orang miskin, ampunilah
(dosa-dosa)ku, rahmatilah saya, jika Engkau menginginkan untuk menguji
suatu kaum maka wafatkanlah saya dalam keadaan tidak terfitnah. Saya
memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu
dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu)”. Dalam lanjutan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, “Ini adalah benar. Belajar dan pelajarilah”. (HR. Tirmidzi no. 3235 dan Ahmad 5: 243. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Kandungan Do’a yang Penuh Berkah
Do’a yang penuh berkah di atas berisi berbagai macam permintaan dan
menunjukkan kesempurnaan serta menjelaskan pula agungnya do’a yang
diminta. Di dalamnya berisi permintaan agar diberi taufik untuk
melaksanakan kebaikan dari berbagai macam amalan sholeh. Begitu pula di
dalamnya berisi permintaan agar seorang muslim dijauhkan dari perbuatan
munkar dan kejelekan. Juga di dalamnya seorang muslim meminta agar tidak
terkena fitnah dan kerusakan dalam agama, hal dunia, dan saat hari
pembalasan. Oleh karenanya, sudah sepatutnya seorang muslim memperbanyak
do’a tersebut. Hendaklah pula ia memahami maksudnya, lalu mengamalkan
isinya. Siapa saja yang mempelajari dan mengamalkan isi kandungan do’a
tersebut niscaya ia akan meraih kebahagiaan di dunia, alam barzakh dan
di akhirat.
Yang menunjukkan agungnya do’a di atas, sampai-sampai Allah Ta’ala memerintahkan pada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memanjatkan do’a tersebut ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat-Nya dalam mimpi sebagaimana disebutkan dalam kisah di awal hadits.
Meminta Seluruh Kebaikan
Pertama, do’a di atas berisi meminta segala macam kebaikan dan
meminta agar dijauhkan dari berbagai kemungkaran. Yang namanya kebaikan
adalah segala hal yang Allah cintai berupa perkataan dan perbuatan, baik
amalan wajib maupun amalan sunnah. Sedangkan kejelekan adalah setiap
yang Allah benci berupa perkataan dan perbuatan.
Siapa saja yang mendapatkan kebaikan yang diminta dalam do’a ini,
maka ia telah meraih kebaikan di dunia dan akhirat. Inilah do’a yang jaami’, ringkas namun syarat makna. Do’a yang jaami’ seperti inilah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sukai. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنْ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai doa-doa yang singkat padat, dan meninggalkan selain itu.” (HR. Abu Daud no. 1482, dikatakan shahih
oleh Syaikh Al Albani).
Hendaklah kita membiasakan membaca do’a yang
memiliki sifat demikian, apalagi yang langsung diajarkan atau dituntukan
dalam Al Qur’an dan hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keutamaan Mencintai Orang Miskin
Pertama: Mencintai orang miskin termasuk kebaikan
Mencintai orang miskin termasuk kebaikan. Dalam do’a yang diajarkan
di atas, mencintai orang miskin disebutkan secara tersendiri dan ini
menunjukkan pentingnya amalan ini, di samping menunjukkan kemuliaannya.
Kedua: Mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka akan memudahkan hisab seorang muslim pada hari kiamat
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ
عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ
يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ...
"Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang
mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat.
Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang,
Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan akhirat " (HR. Muslim no. 2699).
Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a agar
bisa menjadi bagian dari orang miskin (karena tawadhu’nya beliau)
bahkan bisa berkumpul dengan mereka di hari kiamat karena orang
miskin-lah yang mudah dihisab di hari kiamat. Mereka tidak memiliki
banyak harta dibanding orang kaya, sehingga mereka lebih dahulu masuk
surga. Bukti bahwa sedikit harta akan sedikit hisabnya adalah pada
hadits Mahmum bin Labid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اثْنَتَانِ
يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدَمَ الْمَوْتُ وَالْمَوْتُ خَيْرٌ لِلْمُؤْمِنِ مِنَ
الْفِتْنَةِ وَيَكْرَهُ قِلَّةَ الْمَالِ وَقِلَّةُ الْمَالِ أَقُلُّ
لِلْحِسَابِ
“Dua hal yang tidak disukai oleh manusia: kematian, padahal kematian itu baik bagi muslim tatkala fitnah melanda, dan yang tidak disukai pula adalah sedikit harta, padahal sedikit harta akan menyebabkan manusia mudah dihisab (pada hari kiamat)” (HR. Ahmad 5: 427. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid)
Ketiga: Dekat dengan orang miskin berarti semakin dekat dengan Allah pada hari kiamat
Dalam hadits Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ «
اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مِسْكِينًا وَأَمِتْنِى مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِى فِى
زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قَبْلَ
أَغْنِيَائِهِمْ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا يَا عَائِشَةُ لاَ تَرُدِّى
الْمِسْكِينَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ يَا عَائِشَةُ أَحِبِّى
الْمَسَاكِينَ وَقَرِّبِيهِمْ فَإِنَّ اللَّهَ يُقَرِّبُكِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ »
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku
dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama dengan orang-orang
miskin pada hari kiamat”.
‘Aisyah berkata, “Mengapa –wahai Rasulullah- engkau meminta demikian?” “Orang-orang miskin itu masuk ke dalam surga 40
tahun sebelum orang-orang kaya. Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau menolak
orang miskin walau dengan sebelah kurma. Wahai ‘Aisyah, cintailah orang
miskin dan dekatlah dengan mereka karena Allah akan dekat dengan-Mu pada
hari kiamat”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Tirmidzi no. 2352. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Lihatlah bagaimana sampai Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong
‘Aisyah untuk mencintai dan dekat dengan orang miskin. Karena
keutamaannya, seseorang akan semakin dekat dengan Allah pada hari
kiamat. Namun patut diingat, Mencintai orang-orang miskin dan dekat
dengan mereka, yaitu dengan membantu dan menolong mereka. Jadi bukan
hanya sekedar dekat dengan mereka.
Catatan: Adapun maksud do’a yang disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di atas adalah agar Allah Ta’ala
memberikan sifat tawadhu` dan rendah hati, serta agar tidak termasuk
orang-orang yang sombong lagi zhalim maupun orang-orang kaya yang
melampaui batas. Makna hadits ini bukanlah meminta agar beliau menjadi
orang miskin, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Atsir rahimahullah, bahwa kata "miskin" dalam hadits di atas adalah tawadhu'. Sebab, di dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung dari kefakiran.
Keempat: Mencintai orang miskin adalah landasan kecintaan pada Allah
Para ulama menjelaskan bahwa mencintai orang miskin adalah landasan
kecintaan pada Allah. Karena orang miskin tidaklah memiliki materi
dibanding orang kaya. Namun seseorang harus mencintai si miskin itu
karena Allah, artinya semakin si miskin itu beriman, ia pun semakin
menaruh cinta padanya. Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena-Nya,
memberi karena-Nya, dan tidak memberi juga karena-Nya, maka ia telah
sempurna imannya” (HR. Abu Daud no. 4681, Tirmidzi no. 2521, dan Ahmad 3: 438. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Kelima: Mencintai orang miskin termasuk dalam wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat pada Abu Dzar Al Ghifari di mana Abu Dzar berkata,
أَوْصَانِيْ
خَلِيْلِي بِسَبْعٍ : بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ،
وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى
مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ
أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ
أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ
لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.
“Kekasihku (Rasulullah) shallallahu 'alaihi wa sallam berwasiat
kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin
dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat
kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang
berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung
silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan
agar memperbanyak ucapan laa hawla wa laa quwwata illa billah (tidak
ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), (5) aku diperintah
untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar
aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah,
dan (7) beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada
manusia” (HR. Ahmad 5: 159. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Keenam: Memperjuangkan kehidupan orang miskin termasuk jihad di jalan Allah
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
السَّاعِى
عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
–وَأَحْسِبُهُ قَالَ-: وَكَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لاَ
يُفْطِرُ.
"Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin
bagaikan orang yang berjihad fii sabiilillaah.” –Saya (perawi) kira
beliau bersabda-, “Dan bagaikan orang yang shalat tanpa merasa bosan
serta bagaikan orang yang berpuasa terus-menerus” (HR. Muslim no. 2982).
Ketujuh: Menolong orang miskin akan mudah memperoleh rizki dan pertolongan Allah, serta akan mudah mendapatkan barokah do’a mereka
Dengan menolong orang-orang miskin dan lemah, kita akan memperoleh rezeki dan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta'ala.
Dalam hadits disebutkan bahwa Sa’ad menyangka bahwa ia memiliki
kelebihan dari sahabat lainnya karena melimpahnya dunia pada dirinya,
lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ
"Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian" (HR. Bukhari no. 2896).
Dalam lafazh lain disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذَهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا: بِدَعْوَتِهِمْ، وَصَلاَتِهِمْ، وَإِخْلاَصِهِمْ.
"Sesungguhnya Allah menolong ummat ini dengan sebab orang-orang
lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan
mereka" (HR. An Nasai no. 3178. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Baththol berkata, “Ibadah orang-orang lemah dan doa mereka lebih
ikhlas dan lebih terasa khusyu’ karena mereka tidak punya
ketergantungan hati pada dunia dan perhiasannya. Hati mereka pun jauh
dari yang lain kecuali dekat pada Allah saja. Amalan mereka bersih dan
do’a mereka pun mudah diijabahi (dikabulkan)”. Al Muhallab berkata,
“Yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan adalah dorongan bagi Sa’ad agar bersifat tawadhu’,
tidak sombong dan tidak usah menoleh pada harta yang ada pada mukmin
yang lain” (Lihat Syarh Al Bukhari li Ibni Baththol, 9: 114).
Kedelapan: Memiliki sifat tawadhu’ dan qona’ah
Orang yang mencintai si miskin akan memberikan pengaruh baik pada
dirinya yaitu semakin tawadhu’ (rendah diri) dan selalu merasa cukup (qona'ah)
karena ia selalu memperhatikan bahwa ternyata Allah masih memberinya
kelebihan materi dari yang lainnya. Inilah sifat mulia yang diajarkan
Islam pada umatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا
إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ
فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan
dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam
masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan
nikmat Allah padamu” (HR. Muslim no. 2963).
Siapa Si Miskin yang Patut Dicintai?
Perlu dipahami, siapa orang miskin yang pantas dicintai? Tentu saja
bukan orang miskin yang musyrik. Tentu saja bukan orang yang sering
meninggalkan shalat, atau yang lebih parah tidak pernah shalat. Tentu
saja bukan yang malas puasa wajib di bulan Ramadhan. Tentu saja bukan
yang gemar melakukan ajaran yang tidak ada tuntunan dalam Islam. Yang
patut dicintai adalah seorang muslim yang taat. Begitu pula bukanlah
masuk kategori miskin jika malas-malasan kerja, yang hanya menjadikan
meminta-minta di jalan sebagai profesi harian. Pahamilah hadits berikut,
yaitu dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ
الْمِسْكِينُ الَّذِى تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ
الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ
النَّاسَ إِلْحَافًا
"Namanya miskin bukanlah orang yang tidak menolak satu atau dua
suap makanan. Akan tetapi miskin adalah orang yang tidak punya
kecukupan, lantas ia pun malu atau tidak meminta dengan cara mendesak" (HR. Bukhari no. 1476).
Ya Allah, berilah kami sifat mencintai orang miskin dan menjadi
mujahid di jalan Allah dengan memperjuangkan dan menolong mereka.
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu supaya bisa mencintai orang miskin
Wa billahit taufiq.
Rabu, 07 Maret 2012
Sesuai Persangkaan Hamba Pada Allah
Sesuai persangkaan hamba pada Allah. Artinya, jika seorang hamba
bertaubat dengan taubatan nashuha (yang tulus), maka Allah akan menerima
taubatnya. Jika dia yakin do’anya akan dikabulkan, maka Allah akan
mudah mengabulkan. Berbeda jika kondisinya sudah putus asa dan sudah
berburuk sangka pada Allah sejak awal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
“Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku” (Muttafaqun ‘alaih). Hadits ini mengajarkan bagaimana seorang muslim harus huznuzhon pada Allah dan memiliki sikap roja' (harap) pada-Nya.
Mengenai makna hadits di atas, Al Qodhi ‘Iyadh berkata, “Sebagian
ulama mengatakan bahwa maknanya adalah Allah akan memberi ampunan jika
hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba bertaubat.
Allah akan mengabulkan do’a jika hamba meminta. Allah akan beri
kecukupan jika hamba meminta kecukupan. Ulama lainnya berkata maknanya
adalah berharap pada Allah (roja’) dan meminta ampunannya” (Syarh
Muslim, 17: 2).
Inilah bentuk husnuzhon atau berprasangka baik pada Allah yang diajarkan pada seorang muslim. Jabir berkata bahwa ia pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat tiga hari sebelum wafatnya beliau,
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ
“Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnu zhon pada Allah” (HR. Muslim no. 2877).
Husnuzhon pada Allah, itulah yang diajarkan pada kita dalam do’a.
Ketika kita berdo’a pada Allah kita harus yakin bahwa do’a kita akan
dikabulkan dengan tetap melakukan sebab terkabulnya do’a dan menjauhi
berbagai pantangan yang menghalangi terkabulnya do’a. Karena ingatlah
bahwasanya do’a itu begitu ampuh jika seseorang berhusnuzhon pada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, dan Ahmad 2: 362, hasan)
Jika seseorang berdo’a dalam keadaan yakin do’anya akan terkabul, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan
ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479, hasan)
Jika do’a tak kunjung terkabul, maka yakinlah bahwa ada yang terbaik di balik itu. Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما
مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ
رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ
تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ
وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا إِذاً
نُكْثِرُ. قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak
mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen)
melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan do’anya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3)
Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat
lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang
memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.” (HR. Ahmad 3: 18, sanad jayyid).
Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam berkata,
فالإلحاحُ بالدعاء بالمغفرة مع رجاء الله تعالى موجبٌ للمغفرة
“Terus meminta dengan do’a dan memohon ampunan Allah disertai rasa
penuh harap pada-Nya, adalah jalan mudah mendapatkan maghfiroh
(ampunan).”
Maka yakinlah terus pada janji Allah, husnuzhon-lah pada-Nya.
Janganlah berprasangka kecuali yang baik pada Allah. Dan jangan putus
asa dari rahmat Allah dan teruslah berdo’a serta memohon pada-Nya. Wallohu'alam...
Ya Allah, kabulkanlah dan perkenankanlah setiap do’a kami.
Langganan:
Postingan (Atom)