Coba kita perhatikan lingkungan sekitar, rasanya
minim sekali orang yang bekerja dengan ikhlas karena Alloh subhanahu wa
ta’ala. Rata-rata di antara mereka, bahkan sebagian besarnya justru
menginginkan agar pekerjaan dan ibadah-ibadahnya diketahui manusia. Sehingga
dengan begitu, citra mereka di hadapan manusia menjadi tinggi dan ternama.
Hal tersebut di atas sangat kontras dengan pola
kehidupan para shalafus sholeh, setidaknya ini bisa kita lihat dari perkataan
Sufyan ats-Tsauri rohimahulloh.
Beliau berkata, “Apa yang aku lakukan dengan
terang-terangan tak pernah aku anggap sebagai amalanku, karena kebanyakan orang
soleh sebelumku selalu menyembunyikan amal-amalnya.”
Ya… begitulah para shalafus sholeh. Mereka
beramal dengan amalan terbaik. Tidak perlu banyak orang tahu, cukup Alloh subhanahu
wa ta’ala yang Maha Mengetahui.
Mereka hanya mengharap ridho Alloh. Adapun urusan
dunia, mereka hanya mengambil apa yang telah Alloh subhanahu wa ta’ala sediakan
saja. Tidak berlebihan terhadap dunia, tidak juga meninggalkan secara total.
Semuanya mereka hadapi dengan sikap wajar dan tulus.
Tapi justru yang terjadi saat ini adalah
kebalikannya. Kekayaan menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang.
Jika harta telah menjadi hajat manusia yang utama, hatinya akan lalai, gemar
pamer kepada sesama, dan lupa akan yang benar. Saat hati manusia telah hampa,
saat itulah roh kekuasaan akan menjadi darah dagingnya.
Dewasa ini, semua kebaikan menjadi terasa asing
dipandang. Seorang pejalan kaki mengucapkan salam kepada yang sedang duduk di
jalan atau di halaman rumah mereka ditanggapi dengan aneh, seorang laki-laki
hendak menunaikan kewajibannya berupa sholat berjama’ah di masjid, dianggap
aneh. Bahkan ketika pakaian syar’i yang dikenakan oleh mereka yang
mengerti akan batasan-batasan syariat dalam berpakaian-pun tak ketinggalan
dibilang aneh. Terorislah, fanatiklah, radikallah, dan lah..lah.. lainnya.
Kita tidak bisa menutup mata akan fenomena ini.
Mayoritas orang menggunakan aturan manusia menjadi sarana untuk mengokohkan
kekuasaan dan jabatan. Mereka terlalu cinta dunia dan lupa akan akhirat.
Hidup mereka tidak wajar, banting tulang siang dan malam hanya untuk mengejar
pundi-pundi harta dunia. Aktifitas mereka penuh dengan kepura-puraan, tidak
tulus dan hanya topeng belaka.
Saudaraku…
Ketahuilah bahwa sebaik-baik perkara adalah yang
di tengah-tengah. Ketika kita melihat para hamba dunia telah terkuasai
angan-angannya dan rusak pula amal-amalnya, kita harus menyuruh mereka untuk
mengingat mati, menziarahi kuburan, dan membayangkan alam akhirat.
Dikala hati dan mata ini telah terbuka, dikala
jiwa ini telah mengungkapkan penyesalannya, timbullah semangat untuk
memperbaiki diri.
Hawa nafsu harus senantiasa ditundukkan. Hawa
nafsu yang sejatinya menjadi bagian hidup dalam diri manusia, harus
pandai-pandai diarahkan kepada hal-hal yang dihalalkan oleh Alloh. Karena itu
adalah bagian dari jihad. Mereka malah menutup pintu bagi syahwat
untuk bisa menikmati hak-haknya. Akan tetapi banyak juga diantara
manusia yang justru salah dalam menyikapi hawa nafsu. Semuanya harus
disikapi dengan wajar dan tulus.
Sesungguhnya, apa yang disebut berjuang melawan
hawa nafsu adalah laksana berjuangnya orang sakit yang cerdik. Ia bersabar
untuk meminum obat meskipun enggan, karena berharap dirinya sehat. Ia mau
berpahit-pahit dan memakan makanan yang sesuai dengan anjuran dokter dan tidak
menuruti hawa nafsunya untuk mengkonsumsi apapun yang akan membuatnya menyesal,
karena tidak diperbolehkan makan selamanya.
Demikianlah, orang-orang mukmin yang cerdas tidak
akan lepas kendali. Ia akan berlaku bijak, mampu mengulur dan menarik sesuatu
pada saat yang tepat. Tatkala ia melihat nafsunya berada pada jalur yang tepat,
ia tidak mengekangnya. Akan tetapi, ketika nafsu itu terasa menyimpang, ia segera
berusaha untuk meluruskannya dengan cara yang halus. Jika nafsu tetap melawan,
tindakan yang lebih tegaslah yang ia lakukan terhadapnya.
Saudaraku…
Perbaikilah niat anda. Tinggalkanlah cara
berpura-pura di hadapan manusia. Bersikaplah istiqomah pada kebenaran.
Dengan cara itulah kaum salaf naik pamornya di hadapan Alloh subhanahu
wa ta’ala dan bahagia hidupnya.
Semoga Alloh ta’ala memberikan kita
kemampuan untuk tetap ikhlas dalam setiap aktivitas ibadah kita kepada Alloh.
Sehingga pola hidup kita akan laksana air yang mengalir penuh kesejukan. Murni,
tidak penuh dengan kepalsuan.
Wallohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar