Halaman

Cahaya Pengetahuan Muslim

Senin, 10 Desember 2012

Doa Perlindungan dan Penyembuhan Dari Segala Macam Penyakit


Sakit dan penyakit adalah ujian yang tidak pernah lepas dari kehidupan seorang hamba. Selain berobat secara medis, Islam juga mengajarkan beberapa doa yang berguna bagi kesembuhan seorang hamba dari sebuah penyakit, sekaligus perlindungan dari kemungkinan terkena penyakit.
Ada banyak doa penyembuhan dari penyakit dan perlindungan dari penyakit dalam Al-Qur'an dan hadits. Berikut ini sebagian di antaranya yang bisa dibaca oleh pasien yang sakit, orang yang menjenguk pasien yang sakit dan dokter atau perawat yang menangani pasein yang sakit.

Doa pertama
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa salam biasa membacakan doa pelindungan kepada sebagian mereka (sahabatnya), beliau mengusap orang tersebut dengan tangan kanan beliau lalu beliau membacakan doa:

«أَذْهِبِ البَاسَ رَبَّ النَّاسِ، وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا»

"Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia dan berilah kesembuhan, sesungguhnya Engkau adalah Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan kecuali dengan kesembuhan dari-Mu, (berilah) kesembuhan total yang tidak menyisakan penyakit."
 (HR.Bukhari no. 5750 dan Muslim no. 2191, lafal ini adalah lafal Bukhari

Adapun lafal Muslim adalah dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Jika salah seorang di antara kami ada yang sakit, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengusapnya dengan tangan kanan beliau lalu beliau membacakan doa:"…" (seperti doa di atas)

Doa kedua
Dari Abdurrahman bin Saib keponakan Maimunah Al-Hilaliyah radhiyallahu 'anha bahwasanya Maimunah bertanya kepadanya, "Wahai anak saudaraku, maukah apabila aku bacakan kepadamu doa kesembuhan yang biasa dibaca oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam?" Abdurrahman menjawab, "Tentu." Maimunah berkata:

بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، وَاللهُ يَشْفِيكَ، مِنْ كُلِّ دَاءٍ فِيكَ، أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ، وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شَافِيَ إِلَّا أَنْتَ

"Dengan nama Allah aku membacakan doa kesembuhan untukmu, Allah-lah Yang menyembuhkanmu, dari segala penyakit yang ada padamu. Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia dan berilah kesembuhan, sesungguhnya Engkau adalah Maha Menyembuhkan, tidak ada yang mampu memberi kesembuhan kecuali Engkau."
(HR. Ahmad no. 26281, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10860, Ibnu Hibban no. 6095, Ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani Al-Atsar, 4/329 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Awsath no. 3318. Syaikh Syu'aib Al-Arnauth berkata: Hadits ini shahih li-ghairi)

Doa ketiga
Membacakan surat Al-Falaq, An-Nas, Al-Fatihah atau doa-doa perlindungan lainnya dan mengusapkannya ke anggota badan yang sakit

عَنْ عَائِشَةَ: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ، وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ، وَأَمْسَحُ عَنْهُ بِيَدِهِ، رَجَاءَ بَرَكَتِهَا»

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Jika Nabi shallallahu 'alaihi wa salam sedang sakit, maka beliau membacakan untuk dirinya sendiri al-mu'awwidzat (surat-surat Al-Qur'an dan doa-doa perlindungan) lalu meniupkannya pada diri beliau sendiri. Namun ketika sakit beliau telah parah, sayalah yang membacakan al-mu'awwidzat untuk beliau, lalu saya (tiupkan bacaan tersebut ke tangan beliau dan) usapkan tangan beliau ke badan beliau, dengan mengharap keberkahan tangan beliau."(HR. Muslim no. 2192)

Catatan: Surat Al-Falaq dan surat An-Nas disebut al-mu'awwidzatain (dua surat yang member perlindungan). Seorang sahabat juga pernah menyembuhkan kepala suku yang terkena sengatan hewan berbisa dengan bacaan Al-Fatihah, seperti disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu. Dalam hadits shahih disebutkan:

عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ، نَفَثَ فِي كَفَّيْهِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَبِالْمُعَوِّذَتَيْنِ جَمِيعًا، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ، وَمَا بَلَغَتْ يَدَاهُ مِنْ جَسَدِهِ» قَالَتْ عَائِشَةُ: «فَلَمَّا اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنِي أَنْ أَفْعَلَ ذَلِكَ بِهِ»

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam berbaring di tempat tidurnya untuk tidur, maka beliau membaca surat Al-Ikhlas dan dua surat Al-Mu'awidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) lalu meniupkannya kepada kedua telapak tangan beliau, lalu beliu mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya dan seluruh anggota badannya yang bisa dijangkau dengan kedua tangannya. Tatkala beliau sakit keras, maka beliau memerintahkan kepadaku untuk melakukan hal itu bagi beliau." 
(HR. Bukhari no. 5748)

Doa Keempat
Dari Utsman bin Abil Ash Ats-Tsaqafi radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia mengadukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam penyakit yang ia alami sejak ia masuk Islam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda kepadanya:

«ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِي تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ، وَقُلْ بِاسْمِ اللهِ ثَلَاثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ»

Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang sakit, kemudian bacalah bismillah (dengan nama Allah) sebanyak tiga kali, lalu bacalah doa berikut ini sebanyak tujuh kali:

أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

"Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan (penyakit) yang aku dapatkan dan aku khawatirkan."

Utsman bin Abul Ash Ats-Tsaqafi berkata: "Aku pun mengerjakan pesan beliau tersebut sehingga Allah menghilangkan penyakitku. Maka aku senantiasa memerintahkan pesan tersebut kepada keluargaku dan orang-orang lain."
 (HR. Muslim no. 2202, Abu Daud no. 3891, Tirmidzi no. 2080, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 7546, Ahmad no. 16268 dan Ibnu Hibban no. 2965)

Wallahu a'lam bish-shawab. Semoga bermanfaat.

Istiqomah Dengan Akhlak Yang Baik



Sebagaimana yang telah tercantum di dalam pendapat para ahli hadits, bahwa Akhlaq berasal dari bahasa arab, yang mengandung arti : Budi pekerti,tabiat,tingkah laku,perangai.

Dalam kitab suci AlQur’an kata Akhlaq terambil dari bentuk Khuluq (Akhlaq), sejalan dengan ini, Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an menyebut kata Khuluq bentuk tunggal dari kata Akhlaq yaitu :

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“ Wa Innaka La’ala Khulqin azhim” “Dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada diatas (Akhlaq) Budi Pekerti yang Agung”.
 (QS. Al Qalam : 4 ).

Imam Abu Hamid Al Ghazali’Mendifinisikan Akhlaq adalah”Suatu sifat yang melekat dalam jiwa seseorang,yang menjadikan ia mudah bertindak,tanpa banyak pertimbangan lagi’atau dengan kata lain Akhlaq adalah, dorongan jiwa yang menyebabkan manusia untuk berbuat baik dan buruk.

Sementara menurut Abdul Karim Zaidan “Akhlaq adalah merupakan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,yang dengan sorotan dan timbangannya,seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk,untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.

Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, akan muncul secara spontan ketika diperlukan,tanpa pemikiran atau pertimbangan dan tidak memerlukan dorongan dari luar.

Dengan demikian akhlaq terbagi menjadi dua bagian yakni : dorongan yang baik disebut Akhlaq yang baik (Akhlaqul Mahmudah), dan dorongan jiwa yang yang buruk disebut Akhlaq buruk ‘(Akhlaqul Madzmumah). Sering kita mendengar kata akhlaq beriringan dengan kata Karimah’akhlaqul karimah’.Karimah bermakna : mulia, baik.

Dalam hadits kata Akhlaq juga selalu hadir bersamaan dengan kata-kata : Khayr, hasan,ahsan,mahasin, dan makarim, tidak lain mengandung arti “Baik’terpuji,luhur dan Agung.

Sehingga dapat dikatakan, apabila perbuatan atau pola tingkah laku perbuatan yang dilakukan itu dengan baik,mulia,terpuji menurut syariat dan akal, maka perbuatan itu dinamakan akhlaq mulia atau Akhlaqul Karimah.Pada dasarnya akhlaq yang mulia, tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam,namun demikian juga untuk seluruh umat manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“ Dan KAMI tidak Mengutus Engkau (Muhammad) Melainkan untuk Menjadi Rahmat bagi seluruh Alam”. 
(QS. Al Anbiya’ : 107).

Ayat yang terkandung dalam kitab suci Al Qur’an diatas, menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam’ sebagai Rahmatan lil alamin,diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, menyelamatkan manusia dari kesesatan.

Dan menuntun mereka dengan akhlaq mulia, menuju kejalan Hidayah,agar mendapatkan Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga selamat menempuh perjalanan hidupnya, di dunia ini terlebih di akhirat kelak.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, adalah sosok sempurna,berakhlaq mulia, terpercaya dalam segala-galanya,tutur kata yang santun, lemah lembut,jujur terpercaya sepanjang hidupnya,adil bijaksana,sabar, penyayang,hidup sederhana,sehingga kehadiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sebagai penyempurna akhlaq manusia.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda:

"Sesungguhnya Aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan Akhlaq yang Mulia”.
(HR. Bukhari, Baihaqi dan Hakim).

Akhlaqul karimah sangatlah tinggi kedudukannya dalam islam,karena akhlaq islami bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, dan sifatnya tetap tidak berubah-ubah, berlaku sepanjang masa dan selama-lamanya.

Akhlaq Islam itu sendiri berisikan petunjuk, pedoman dan tuntunan atas dasar akhlaq mulia, sehingga mampu mengatasi, segala persoalan hidup di dunia maupun kehidupan kekal abadi di akhirat,dan akhlaq sendiri merupakan penentu kualiatas kesempurnaan Iman bagi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala,dan di hari kiamat kelak, akhlaq yang baik,merupakan timbangan amal yang lebih berat.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda:

"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu’Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda “Orang mukmin yang paling sempurna Imannya, ialah siapa diantara mereka yang paling baik Akhlaqnya (budi pekerti)”.
(HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)

"Dari Abu Al Darda Radhiyallahu Anhu’Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda “Tiada sesuatu pun yang lebih berat pada Timbangan seseorang hamba di hari kiamat, selain Akhlaq yang baik” 
(HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)

Sejatinya setiap muslim adalah selalu berakhlaq baik,sehingga ia memperoleh kebaikan,hatinya akan tenang tentram,dan selalu berlapang dada, demikian juga dengan lingkungan sekitarnya, dengan berakhlaq baik akan menghadirkan suasana hidup tentram bermasyarat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala, memberikan ganjaran kepada orang yang senantiasa berakhlaq baik,yakni meraih kebahagiaan dan kenikmatan-kenikmatan surga yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala, janjikan kepada hamba-hamba-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“ Wahai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Rabb-Mu dengan hati yang yang ridha dan diridhai-Nya.Masuklah kedalam hamba-hamba-KU,Dan masuklah ke dalam Surga-KU”.
(QS. Al Fajr 27-30).

※Sahabat saudaraku fillah yang di Rahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, . Mudah-mudahan untaian sederhana diatas manfaat buat kita semua,yang benar haq semua datang-Nya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,Yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan ’’Akhirul qalam “Wa tawasau bi al-haq Watawa saubil shabr “.

※Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala . Senantiasa Menunjukkan kita pada sesuatu yang di Ridhai dan di Cintai-Nya..Aamiin Allahuma AAmiin.

※Sahabat saudaraku fillah..Silakan di Tag/Share….Semua untuk Umat dan Syiar Islam, Silakan saling bantu Tag sahabat-sahabat yang lain, Jazzakumullahu khayran wa Barakallahu fiikum.

Rabu, 05 Desember 2012

Hidup Akan Bahagia Jika Mengenal Allah Lebih Dekat




Kalau mengenal Allah sebatas di masjid, di majelis dzikir, atau di majelis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.

Yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu mengenal Allah yang akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Yang akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani menghadapi segala macam problema hidup.


Faktanya, banyak yang mengaku mengenal Allah tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya siang dan malam. Lalu apa manfaat kita mengenal Allah kalau keadaannya demikian? Dan apa artinya kita mengenal Allah sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya?


Maka dari itu mari kita menyimak pembahasan tentang masalah ini, agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan bisa memetik buahnya dalam wujud amal.


Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.


Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah baik global maupun terperinci.


Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)


Juga dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164)


Mengenal Wujud Allah.


Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.


Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman ): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173)


Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)


Mengenal Rububiyah Allah


Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)


Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah.


Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)


Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.


Dalam masalah rububiyah Allah sebagian orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?


Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:


“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )


Kedua, agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:


“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)


Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:


“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)


“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)


“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Al Ankabut: 63)


Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.


Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan mamfa’at, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga, mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, atau kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.


Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.


Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.


Mengenal Uluhiyah Allah


Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.


Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah.


Allah berfirman di dalam Al Qur’an:


“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau:


“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)


Allah berfirman:


“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)


Allah berfirman:


“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)


Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” ( HR. Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu )


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu )


Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang.


Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”


Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah


Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:


“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)


“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)


Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut: “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 36)


Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka kita telah berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu. Tentu yang demikian itu diharamkan dan dibenci dalam agama. Allah berfirman:


“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33)


“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)


Wallahu ‘alam

Selasa, 20 November 2012

Doa Untuk Syuhada Kaum Muslimin


Ribuan kaum muslimin gugur setiap harinya di Irak, Iran, Afghanistan, Pakistan, Suriah, Chechnya, Dagestan, Tatarstan, Yaman, Somalia, Nigeria, Palestina, Rohingya dan wilayah konflik lainnya. 

Umat Islam di seluruh dunia wajib menyebar luaskan informasi tentang nasib mereka, menggelar aksi-aksi solidaritas untuk mereka, dan mengirimkan bantuan dana, bahan makanan dan obat-obatan kepada mereka. Selain itu, setiap muslim wajib mendoakan para syuhada' yang telah gugur oleh kebiadaban musuh-musuh Islam.

Banyak doa untuk umat Islam yang telah meninggal. Salah satu contohnya adalah doa yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu alaihi wa salam saat menshalatkan jenazah sahabatnya. Meskipun doa tersebut dibaca dalam shalat jenazah, namun makna dan kandungan doa tersebut juga sesuai untuk kondisi di luar shalat jenazah.

Dari Auf bin Malik radhiyallahu 'anhu ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wa salam menshalatkan sebuah jenazah, maka saya hafal doa beliau, beliau berdoa:

«اللهُمَّ، اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ عَذَابِ النَّارِ -»


"Ya Allah, ampunilah dia, kasih sayangilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, dan lapangkanlah kuburannya. Mandikanlah ia dengan air, es dan embun. Bersihkanlah ia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumah untuknya yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), keluarga yang lebih baik dari keluarganya (di dunia) dan pasangan hidup yang lebih baik dari pasangan hidupnya (di dunia). Masukkanlah ia ke dalam surga, selamatkanlah ia dari azab kubur dan azab neraka." (HR. Muslim no. 963, Ahmad no. 23975, An-Nasai no. 1983, Ibnu Abi Syaibah no. 11353, Ibnu Hibban no. 3075, dan Al-Baihaqi no. 6965)

Jika syuhada' kaum muslimin yang didoakan banyak, maka kata ganti "dia" (laal: lahu,hu, 'anhu dan seterusnya) diganti dengan kata ganti "mereka" (lafalnya menjadi: lahum, hum, 'anhum dan seterusnya). Wallahu a'lam bi-shawab.

Sabtu, 10 November 2012

Keimanan Dan Harapan


''Maka ke manapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. '' (QS Albaqarah [2]: 115).

Firman ini merupakan bukti bahwa Allah SWT akan selalu menyertai hamba-Nya yang beriman. Beriman dalam konteks ini juga berarti tawakal, menyandarkan diri kepada Allah SWT dalam segala kondisi, baik senang maupun susah.

Sikap tawakal akan membuat kita semakin kuat, karena tidak merasa sendirian ketika sedang menghadapi tantangan hidup. Kondisi ini akan melahirkan harapan yang bersumber dari iman kepada-Nya sebagai al-Wakil, atau sebaik-baiknya tempat bersandar.

Jika dirunut secara logis, iman akan melahirkan sikap tawakal, dan tawakal akan melahirkan harapan. Tak adanya harapan dalam hidup merupakan indikasi tidak adanya iman.

Menurut almarhum Nurcholish Madjid, orang yang tidak berpengharapan berarti tak menaruh kepercayaan kepada Allah SWT. Atau sebaliknya, orang yang tak menaruh kepercayaan kepada Allah SWT, maka ia tidak akan menaruh harapan kepada-Nya.

Premis di atas bisa dibuktikan melalui kejadian sehari-hari di sekitar kita. Kasus bunuh diri beberapa caleg yang gagal memenangkan Pemilu Legislatif 2009 adalah bukti nyata. Kekalahan adalah akhir dari harapan, karena mereka telah menggantungkan hidup selain kepada Allah SWT. Mereka tidak lagi menimbang bahwa ada hikmah di balik kejadian tersebut.

Padahal, orang yang menyandarkan segala urusannya kepada Allah SWT, mereka dijanjikan tak akan mengalami keputusasaan, meski cobaan berat menderanya. Melalui lisan Nabi Yaqub, ketika dia berpesan kepada anak-anaknya saat mencari Yusuf dan Bunyamin di Mesir, Allah SWT mengingatkan kita semua.

''Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir.'' (QS Yusuf [12]: 87).

Salah satu konsekuensi dari iman yang tulus adalah sikap berbaik sangka kepada Allah SWT. Jika kita benar-benar menganggap Allah SWT sebagai al-Wakil, kita pasti akan mampu menemukan hikmah (juga harapan) di setiap peristiwa hidup yang kita alami, baik menyedihkan maupun menyenangkan.

Dengan menggunakan iman sebagai lensa pandang untuk setiap persoalan kehidupan, kita tak akan menemukan kesia-siaan di dalamnya, karena kita menjadikan Allah SWT sebagai sumber inspirasi utama. Inilah sikap hidup kaum beriman, sikap yang mengafirmasi hidup dengan keberanian dan harapan.

Senin, 15 Oktober 2012

Doa Saat Menghadapi Kesusahan Dan Kesempitan Hidup




Hidup seorang manusia tidak akan pernah lepas dari kesusahan, kesempitan hidup, kesedihan, musibah dan cobaan. Dalam kondisi sempit seperti itu, tiada tempat yang lebih baik untuk mengadu dan meminta selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rabb yang menurunkan ujian kepada hamba-Nya untuk hikmah tertentu.
 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam telah mengajarkan kepada kita untuk kembali kepada Allah Ta'ala saat berbagai kesusahan dan kesempitan hidup mendera kita. Kita harus kembali kepada Allah Ta'ala dengan memuji-Nya, mengagungkan-Nya dan mengesakan-Nya.
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Jika sedang menghadapi sebuah kesusahan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam biasa membaca doa:

«لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ العَلِيمُ الحَلِيمُ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيمِ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ رَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ»

"Tiada Tuhan Yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Tiada Tuhan Yang berhak disembah selain Allah Pemilik 'arsy yang agung. Tiada Tuhan Yang berhak disembah selain Allah pemilik langit, pemilik bumi dan pemilik 'arsy yang mulia." (HR. Bukhari no. 7426 dan Muslim no. 2730)

Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi berkata: "Ini adalah sebuah hadits yang agung, wajib diperhatikan dan harus sering dibaca saat menghadapi kesusahan hidup dan perkara-perkara yang berat."

Imam Muhammad bin Jarir Ath-Thabari berkata: "Generasi salaf (sahabat) sering membaca doa ini dan mereka menyebutnya doa kesusahan hidup."

Ratusan Calon Haji Nigeria Batal Berangkat Karena Tidak Bisa Membaca Al-Fatihah



ABUJA - Ratusan calon jamaah haji Nigeria telah dilarang berangkat karena tidak bisa membaca surat Al-Fatihah, surat pertama dalam kitab suci Al-Qur'an.
"Anda tidak mendapatkan apa-apa dalam ibadah haji jika anda tidak bisa membaca Suratul Fatihah yang merupakan dasar kewajiban dalam sholat," kata Alhaji Idris Baba Ango, sekretaris eksekutif Kogi State Pilgrims Welfare Board, sebuah dewan nasional Nigeria untuk urusan jamaah haji, kepada Onislam.
"Sekali saja anda gagal dalam tes membaca surat Al-Fatihah, kami mengeluarkan anda dari bimbingan ini seperti yang diarahkan oleh komisi pusat haji," tambah Baba Ango.
Baba Ango juga mengatakan bahkan jika seseorang baru saja masuk Islam (muallaf), dia harus belajar hal-hal dasar dalam Islam terkait dengan ibadah shalat.
"Bahkan jika anda adalah seorang muallaf, diharapkan anda harus belajar aspek-aspek dasar dari agama baru anda, terutama shalat sebelum menunaikan ibadah haji," katanya.
Ratusan calon haji telah dibatalkan keberangkatannya ke Makkah karena tidak mampu membaca surat Al-Fatihah.
Kebijakan "Tidak bisa Al-Fatihah, Tidak Naik Haji" dari Komisi Nasional Haji (NAHCON),  telah dibuat untuk menyaring orang-orang yang akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada saat musim haji.

Muslim musiman
Para pengurus NAHCON juga menyalahkan para pejabat pemerintah yang tidak mengawasi bahkan membantu para politisi dan orang-orang yang tidak mengetahui ilmu Islam, terutama tentang wudhu dan shalat untuk naik haji.
"Telah ditemukan ratusan orang pergi haji dengan motif tersembunyi, sementara sejumlah lainnya terutama mereka yang disokong oleh para pejabat pemerintah seringkali menjadi Muslim musiman yang tidak melaksanakan shalat atau melakukan kewajiban agama setiap hari," kata Baba Ango.

Dengan kebijakan tersebut, sedikitnya 19 calon haji dari negara bagian utara Kogi telah dilarang menunaikan haji tahun ini karena gagal tes membaca Al-Fatihah.
Sejumlah calon haji dari barat daya negara bagian Ekiti, Ogun, Oyo, Lagos dan Ondo juga batal naik haji karena alasan yang sama.
Seorang petugas komisi Haji, Abdulganiy Olowoyo, mengatakan bahwa kebijakan tersebut bisa membantu "memangkas insiden orang-orang yang pergi haji atas alasan-alasan selain ibadah suci haji."

"Dalam Islam, ilmu adalah kewajiban, bukan pilihan. Anda tidak bisa menuaikan haji jika membaca sesuatu yang paling dasar seperti Al-Fatihah saja anda tidak bisa," kata Olowoyo kepada Onislam.

Kamis, 04 Oktober 2012

Doa Selesai Dari Sebuah Majelis



Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: "Jarang sekali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bangun untuk bubar dari sebuah majlis, sampai beliau membaca doa berikut ini untuk orang-orang yang duduk bersama beliau:
 
اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ 
 مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا

"Ya Allah, karuniakanlah kepada kami sebagian rasa takut kepada-Mu yang bisa mencegah kami dari berbuat maksiat kepada-Mu.

Ya Allah, karuniakanlah kepada kami sebagian ketaatan kepada-Mu yang bisa mengantarkan kami kepada surga-Mu.

Ya Allah, karuniakanlah kepada kami keyakinan yang bisa meringankan bagi kami musibah-musibah dunia yang kami alami.

Ya Allah, karuniakanlah kenikmatan kepada kami dengan pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami selama kami masih hidup, dan akhirilah kehidupan kami dengan kenikmatan pula.

Timpakanlah pembalasan kami kepada orang-orang yang menzalimi kami
Menangkanlah kami atas orang-orang yang memusuhi kami
Janganlah Engkau menimpakan musibah kami terjadi pada urusan agama (iman) kami
Janganlah Engkau menjadikan dunia sebagai cita-cita terbesar kami dan puncak ilmu kami
Dan janganlah Engkau menjadikan orang-orang yang tidak menyayangi kami sebagai pemimpin yang berkuasa atas kami."

(HR. Tirmidzi no. 3502, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10161, Al-Bazzar no. 5989, Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Ash-Shagir no. 866, Al-Hakim no. 1934 dan lain-lain. Al-Hakim berkata: hadits shahih. At-Tirmidzi berkata: hadits hasan) 

Jumat, 21 September 2012

Doa Untuk Kesucian Jiwa Dan Perlindungan Dari Empat Bencana






Zaid bin Al-Arqam radhiyallahu 'anhu berkata: "Aku tidak mengatakan kepada kalian kecuali sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah shallalahu 'alaihi wa salam. Beliau berdoa:
 
«اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ، وَالْبُخْلِ، وَالْهَرَمِ، وَعَذَابِ، الْقَبْرِ اللهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، 
أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا»

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, kepengecutan dan kekikiran, usia jompo dan azab kubur.

Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada jiwaku, sucikanlah jiwaku, karena Engkaulah sebaik-baik yang menyucikan jiwa, Engkaulah Yang Menguasai dan melindungi jiwa.
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu', hawa nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan."(HR. Muslim no. 2722)

Doa yang agung ini biasa dibaca oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Meski ringkas, doa ini telah mencakup perlindungan dari semua bentuk musibah dan kerusakan:

1. Perlindungan dari kelemahan dan kemalasan. Kelemahan adalah tiadanya kemampuan fisik untuk melakukan hal yang bermanfaat atau menjauhi hal yang membawa bahaya. Kemalasan adalah kelemahan tekad dan semangat untuk melakukan hal yang bermanfaat atau menjauhi hal yang membawa bahaya.

2. Perlindungan dari kepengecutan dan kekikiran. Kepengecutan adalah rasa takut dan keenganan seseorang untuk mengorbankan jiwanya demi memperjuangkan agama Allah. Adapun kekikiran adalah keenganan seseorang untuk mengorbankan sebagian hartanya demi mempejuangkan agama Allah.

3. Perlindungan dari usia jompo dan azab kubur. Dalam usia jompo, seseorang begitu lemah, tak berdaya dan terkadang pikun. Hal itu lebih buruk lagi jika tidak diisi dengan amal ketaatan, sehingga berakhir dengan su-ul khatimah dan azab di alam kubur.

4. Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada jiwaku, sucikanlah jiwaku, karena Engkaulah sebaik-baik yang menyucikan jiwa, Engkaulah Yang Menguasai dan melindungi jiwa. Ini merupakan permohonan kepada Allah Sang Penguasa dan Pemilik hati atau jiwa, Yang membolak-balikkan hati atau jiwa manusia. Ini merupakan permohonan agar Allah memberikan jiwa kita kecenderungan untuk menempuh jalan ketakwaan dan pensucian diri, dijauhkan dari jalan kemaksiatan dan penistaan diri.

6. Perlindungan dari ilmu yang tidak bermanfaat, yaitu ilmu yang tidak membawa manfaat di dunia maupun akhirat. Itulah ilmu berbahaya yang dilarang untuk dipelajari oleh syariat Islam seperti ilmu sihir, atau ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari oleh syariat Islam namun tidak diamalkan oleh orang yang telah mengetahuinya, sehingga ilmu tersebut tidak memperbaiki ucapan, perbuatan dan jiwa orang tersebut ke arah ketakwaan.

7. Perlindungan dari hati yang tidak khusyu'.

8. Perlindungan dari jiwa atau hawa nafsu yang tidak pernah puas. Hati yang tidak pernah puas dengan karunia Allah akan senantiasa dipenuhi oleh keluh kesah, ketamakan dan kecintaan yang berlebihan kepada kenikmatan dunia.

9. Perlindungan dari doa yang tidak dikabulkan. Ada banyak sebab sebuah dosa tidak dikabulkan oleh Allah. Misalnya, makanan atau minuman atau pakaian yang berasal dari harta yang haram. Wallahu a'lam bish-shawab.

Sabtu, 15 September 2012

KAMMI mengutuk keras film "Innocence of Muslims"

Belakangan ini masyarakat muslim dunia, tidak terkecuali mahasiswa muslim Indonesia yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengalami keresahan mendalam. Salah satu penyebab keresahan itu adalah beredarnya "film innocence of muslim" yang melecehkan Muhammad SAW dan Islam.



Film yang digagas Sam Braile ini melukiskan betapa kekejian produsernya dalam menilai Muhammad SAW yang merupakan panutan dan teladan umat Islam sedunia. Untuk itu, KAMMI mengutuk keras peredaran film yang terbukti melecehkan, menghina dan menginjak-injak umat Islam.

"KAMMI mengutuk keras beredarnya film anti Islam tersebut karena menimbulkan keresahan sosial yang luas. Kita sudah melihat bagaimana dampaknya yang mengundang protes kaum muslim seluruh dunia, " tegas Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Muhammad Ilyas dalam rilisnya.

Menurutnya, setiap orang memiliki hak berekspresi dan berpendapat termasuk dalam pembuatan karya berbentuk film. Tapi semua ada batasnya, termasuk jangan sampai mendiskreditkan Islam sebagai sebuah entitas keumatan.

"Semua orang dapat berkarya, tapi ada batasnya. Jika melebihi batas, KAMMI siap berdemonstrasi menuntut pelakunya diseret ke pengadilan HAM internasional, " tambahnya.
KAMMI juga mendesak pemerintah AS mengadili pelaku dan para donatur pembuat film. Sebab membiarkan mereka bebas akan merugikan dunia internasional dan berpotensi memancing eksalasi aksi besar-besaran dari umat Islam seluruh dunia.

Sabtu, 11 Agustus 2012

Dahulukan Puasa Dari Pekerjaan Yang Berat




Sebagian orang beralasan bahwa ia adalah pekerja keras, buruh bangunan, supir bis jarak jauh, yang kerjanya begitu melelahkan sehingga enggan puasa. Padahal mencari nafkahnya bisa ditunda di lain waktu atau bisa mencari pekerjaan pengganti. Mana yang mesti didahulukan? Bekerja ataukah memilih untuk puasa? Sebagian orang ada yang berpuasa bahwa orang seperti tadi boleh diganti fidyah, namun ini jelas fatwa tanpa dasar dan keliru. 

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin 'Abdillah bin Baz –mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam- diajukan pertanyaan: Aku berpuasa Ramadhan di negeriku, walhamdulillah. Akan tetapi karena banyaknya pekerjaan dan terlihat berat, aku pun kelelahan. Apakah aku memiliki kewajiban lain ataukah aku harus meninggalkan pekerjaan berat semacam itu dan aku memulai berpuasa?

Jawaban Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, “Hendaklah engkau berpuasa sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan tinggalkanlah pekerjaan berat yang bisa membahayakanmu. Kerja saja semampumu dan tetap sempurnakan puasamu. Jika pekerjaan itu dilakukan 10 jam dan itu memberatkanmu, maka jadikanlah pekerjaan tersebut menjadi 7 jam, 6 jam, atau 5 jam sehingga engkau mampu berpuasa. Jangan lakukan pekerjaan yang bisa membahayakanmu atau membuatmu jadi lemas. Karena sekali lagi, Allah Ta’ala telah mewajibkanmu untuk berpuasa dan engkau dalam keadaan sehat dan selamat, tidak sakit dan bukan pula musafir. Maka wajib bagimu berpuasa dan meninggalkan pekerjaan yang melelahkan, membuat capek dan membahayakan, atau minimal engkau memilih meminimalkan pekerjaanmu.”


Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk terus beramal sholih.

Sedekah Untuk Sarana Dakwah




Lebih dari dua puluh hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat mengepung suku Hawazin di kota benteng Thaif. Banyak sahabat telah gugur dan terluka dalam pengepungan itu. Melihat pengepungan berlarut-larut sementara musuh tetap bertahan di benteng, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam memutuskan penghentian pengepungan.

Beliau memerintahkan pasukan Islam untuk berangkat ke Makkah guna melakukan Umrah, sebelum pulang ke Madinah. Meski tidak mampu menaklukkan Thaif, pasukan Islam bergerak ke kota Makkah dengan menggiring 24.000 ekor unta, 40.000 ekor kambing dan 6000 orang tawanan terdiri dari anak-anak dan kaum wanita suku Hawazin yang tertawan dalam perang Hunain.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam dan pasukan Islam singgah di Ji'ranah. Di tempat inilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam membagi-bagikan harta rampasan perang Hunain kepada pasukan Islam yang terdiri dari kaum muhajirin, kaum anshar dan kaum thulaqa', orang-orang Makkah yang baru saja masuk Islam pada peristiwa Fathu Makkah sebulan sebelum terjadinya perang Hunain.

Sesuai aturan Al-Qur'an (QS. Al-Anfak [8]: 41)dan as-sunnah, harta rampasan perang dibagi menjadi lima bagian; satu bagian untuk pasukan pejalan kaki, tiga bagian untuk pasukan berkendaraan, dan satu bagian terakhir untuk baitul mal (kas negara Islam) yaitu hak Allah, Rasul-Nya, kaum kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil.

Pertama kali Rasulullah SAW mengambil satu bagian dan dibagikannya kepada pasukan pejalan kaki. Beliau lalu mengambil tiga bagian dan menyerahkannya kepada pasukan berkendaraan. Terakhir kali beliau mengambil bagian yang menjadi hak baitul mal. Beliau memberikan bagian beliau dari jatah baitul mal tersebut kepada orang-orang Quraisy Makkah dan non-Quraisy yang baru saja masuk Islam.

Beliau memberikan 100 ekor unta kepada setiap orang dari beberapa tokoh suku Quraisy yang baru saja masuk Islam; Abu Sufyan bin Harb dan anaknya Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Hakim bin Hizam, Harits bin Harits, Harits bin Hisyam, Suhail bin Amru, Shafwan bin Umayyah dan Huwaithib bin Abdul Uzza.

Selain mereka, beliau juga memberikan 100 ekor unta kepada masing-masing dari kepala suku non-Quraisy yang baru masuk Islam:  'Ala' bin Jariyah tokoh suku Ats-Tsaqif, Uyainah bin Hishn tokoh suku Fazarah, Aqra' bin Habis tokoh suku Tamim, Abbas bin Mirdas tokoh suku Sulaim dan Malik bin Auf tokoh suku Nashr.

Beberapa tokoh suku lainnya yang baru masuk Islam diberi 50 ekor unta, seperti Adi bin Qais tokoh suku Sahm, Sa'id bin Yarbu' tokoh suku Makhzum, Makhramah bin naufal tokoh suku Zuhrah, Amru bin Wahb tokoh suku Jumah dan Hisyam bin Amru bin Rabi'ah tokoh suku Amir.
Beliau juga memberikan puluhan unta kepada masing-masing orang dari tokoh suku Quraisy: Thaliq bin Sufyan bin Umayyah, Khalid bin Usaid, Syaibah bin Utsman, Abu Sanabil bin Ba'kak, Ikrimah bin Amir, Zuhair bin Abi Umayyah, Khalid bin Hisyam, Hisyam bin Walid, Sufyan bin Abdul Asad, Saib bin Abi Saib, Muthi' bin Aswad, Jahm bin Abu Hudzaifah, Uhaihah bin Umayyah, Naufal bin Mu'awiyah, Alqamah bin Alatsah, Khalid bin Haudzah dan Harmalah bin Haudzah.  
(Jawami'us Sirah An-Nabawiyyah, hlm. 195-196 karya imam Ibnu Hazm Al-Andalusi)

Beberapa pemuda dari kalangan Anshar menganggap pemberian Rasulullah shallallahu 'alahi wa salam itu tidak adil. Menurut pikiran mereka, beliau memberikan puluhan ekor unta itu kepada para tokoh suku Quraisy dan suku lainnya yang baru saja masuk Islam karena faktor kesukuan. Mereka menganggap beliau mendahulukan kepentingan sukunya atas kepentingan kaum Anshar.

Menurut pikiran mereka, pembagian itu tidak adil. Bagaimana kaum Anshar yang selama delapan tahun ini berjihad memerangi orang-orang musyrik Quraisy dan suku-suku musyrik Arab lainnya tidak diberi apa-apa, sementara musuh-musuh Islam yang baru saja masuk Islam sebulan yang lalu diberi puluhan ekor unta secara gratisan? Bukankah yang bertempur dalam perang Hunain adalah orang-orang muhajirin dan Anshar, sementara orang-orang yang baru masuk Islam sebulan yang lalu itu tunggang langgang dari medan perang, melarikan diri dan mencari keselamatannya sendiri-sendiri? Lalu kenapa justru mereka yang diberi puluhan ekor unta, padahal mereka tidak memiliki andil apa-apa di medan jihad Hunain?
Pemikiran seperti itu terlintas dalam benak sebagian pemuda Anshar. Tanpa sadar, kekesalan hati mereka ditumpahkan lewat lisan mereka. Kata mereka,

يَغْفِرُ اللَّهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِي قُرَيْشًا وَيَتْرُكُنَا، وَسُيُوفُنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَائِهِمْ

"Semoga Allah mengampuni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Beliau memberi (puluhan unta kepada) orang-orang Quraisy dan tidak memberi kami, padahal pedang-pedang kami masih meneteskan darah orang-orang Quraisy itu."

Maksud mereka, kamilah yang selama delapan tahun ini berjihad memerangi orang-orang musyrik Quraisy itu sebelum mereka masuk Islam sebulan yang lalu.

Berita tentang ucapan kesal bernada protes sebagian pemuda Anshar itu akhirnya sampai juga ke telinga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Maka beliau segera mengpumulkan seluruh kaum Anshar dalam sebuah tenda besar yang terbuat dari kulit. Di tenda itu, hanya kaum Anshar saja yang beliau kumpulkan. Begitu mereka semua telah berkumpul, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bertanya,

«مَا حَدِيثٌ بَلَغَنِي عَنْكُمْ»

"Berita apa ini yang sampai kepadaku tentang diri kalian?"
Para ulama dan tokoh golongan Anshar menjawab,

أَمَّا رُؤَسَاؤُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَمْ يَقُولُوا شَيْئًا، وَأَمَّا نَاسٌ مِنَّا حَدِيثَةٌ أَسْنَانُهُمْ فَقَالُوا: يَغْفِرُ اللَّهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِي قُرَيْشًا وَيَتْرُكُنَا، وَسُيُوفُنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَائِهِمْ

"Adapun para pemimpin di antara kami, wahai Rasulullah, tidak mengatakan (protes) apapun. Adapun sebagian orang yang masih berusia muda di antara kami mengatakan: "Semoga Allah mengampuni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Beliau memberi (puluhan unta kepada) orang-orang Quraisy dan tidak memberi kami, padahal pedang-pedang kami masih meneteskan darah orang-orang Quraisy itu."

Mendengar pengakuan tersebut, beliau menerangkan alasan cara pembagian unta kepada orang-orang Quraisy yang baru sebulan masuk Islam tersebut dengan bersabda:

«فَإِنِّي أُعْطِي رِجَالًا حَدِيثِي عَهْدٍ بِكُفْرٍ أَتَأَلَّفُهُمْ، أَمَا تَرْضَوْنَ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالأَمْوَالِ، وَتَذْهَبُونَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى رِحَالِكُمْ، فَوَاللَّهِ لَمَا تَنْقَلِبُونَ بِهِ خَيْرٌ مِمَّا يَنْقَلِبُونَ بِهِ»

"Sesungguhnya aku memberikan unta kepada orang-orang yang belum lama meninggalkan kekafiran, karena aku ingin menjinakkan hati mereka. Tidakkah kalian rela jika orang-orang (Quraisy yang baru masuk Islam itu) pulang dengan membawa harta, kalian pulang dengan membawa Nabi shallallahu 'alaihi wa salam ke rumah-rumah kalian? Demi Allah, kalian pulang membawa hal yang lebih baik dari apa yang mereka bawa pulang."

Mendengar penjelasan beliau, para sahabat Anshar terisak dalam tangis. Mereka serentak menjawab,

يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ رَضِينَا

"Wahai Rasulullah, kami telah rela." (HR. Bukhari no. 4331 dan Muslim no. 1059 dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu)

Saudaraku seislam dan seiman….
Salah satu sarana dakwah yang dipergunakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam secara efektif adalah harta. Beliau memberikan sebagian harta zakat, infak, sedekah, ghanimah dan fai kepada muallaf, orang-orang yang hatinya perlu dijinakkan dan ditarik simpatinya kepada Islam dengan cara halus. Allah Ta'ala sendiri telah menegaskan muallaf sebagai salah satu kelompok yang berhak mendapatkan zakat. Allah berfirman,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang yang mengurus (menarik dan membagikan) zakat, orang-orang yang hati mereka dijinakkan, memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang (untuk amal kebaikan), perang di jalan Allah dan ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan). Itulah sebuah kewajiban dari Allah dan allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah [9]: 60)

Demikian pula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam dalam banyak kesempatan memberikan zakat, infak, sedekah, fai' atau ghanimah kepada para muallaf. Salah satu contohnya dalam peristiwa pembagian harta rampasan perang Hunain di atas.

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis bahwa para ulama menyebutkan sejumlah makna tentang muallaf: 1) orang-orang kafir yang diberi zakat karena diharapkan keislamannya, 2) orang-orang Islam yang memiliki para pengikut dari kalangan orang-orang kafir, mereka diberi zakat guna menjinakkan hati mereka dan menarik simpati mereka, dan 3) orang-orang Islam pada awal keislamannya (orang-orang yang belum lama masuk Islam) guna meneguhkan keislaman mereka. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 8/48)

Senada dengan penjelasan tersebut, syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam catatan kaki atas Shahih Muslim menulis, "Nabi shallallahu 'alaihi wa salam biasa memberikan sebagian zakat kepada para muallaf, mereka adalah tokoh-tokoh bangsa Arab. Di antara mereka ada yang diberi zakat guna mencegah kejahatannya. Ada juga yang diberi zakat karena diharapkan keislamannya dan keislaman orang-orang yang seperti dan para pengikutnya. Dan di antara mereka ada juga yang diberi zakat guna meneguhkan keislamannya karena ia belum lama meninggalkan kejahiliyahan."

Saudaraku seislam dan seiman…
Banyak tokoh musyrik Arab yang masuk Islam karena takut atas keselamatan harta dan nyawanya, atau karena menginginkan harta dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Beliau tidak mempermasalahkan hal itu. Beliau hanya berusaha secara maksimal untuk menarik simpati mereka, menjinakkan hati mereka dan meneguhkan keislaman mereka. Itulah ta'liful qulub, menjinakkan hati. Salah satu sarana yang efektif beliau manfaatkan adalah pemberian harta dari zakat, infak, sedekah, jizyah, kharaj, ghanimah dan fa'i.

Pada awalnya orang-orang tersebut masuk Islam karena motif duniawi. Seiring dengan berjalannya waktu dan proses pembinaan dakwah, mereka menjadi muslim-muslim sejati yang memperjuangkan Islam dengan jiwa dan harta mereka. Saat sebagian besar suku-suku Arab kembali murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam, para muallafah qulubuhum dari suku Quraisy itu tetap kokoh mempertahankan keislamannya. Banyak di antara mereka gugur sebagai syuhada' dalam kancah jihad melawan suku-suku murtad, pasukan Romawi Timur di negeri Syam dan Mesir, atau pasukan Persia di Irak dan Iran.

Saudaraku seislam dan seiman…
Kita tidak boleh meremehkan kekuatan pemberian harta bagi keberhasilan dakwah. Banyak hati yang keras dan tidak bisa ditaklukkan dengan ceramah, buku, majalah, CD, situs atau sekolah Islam; ternyata bisa ditaklukkan dengan harta. Sejarah dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam, sebaik-baik juru dakwah di muka bumi sejak zaman Adam sampai hari kiamat, telah mengajarkan hal itu kepada umatnya.

عَنْ أَنَسٍ، " أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يُسْأَلُ شَيْئًا عَلَى الْإِسْلَامِ، إِلَّا أَعْطَاهُ "، قَالَ: فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَسَأَلَهُ، " فَأَمَرَ لَهُ بِشَاءٍ كَثِيرٍ بَيْنَ جَبَلَيْنِ مِنْ شَاءِ الصَّدَقَةِ ". قَالَ: فَرَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ: يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءً مَا يَخْشَى الْفَاقَةَ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam tidak pernah diminta sesuatu pun oleh orang yang akan masuk Islam, melainkan beliau selalu memberikannya. Suatu saat ada seseorang datang kepada beliau dan meminta harta, maka beliau memerintahkan agar orang itu diberi kambing yang sangat banyak yang berada di antara dua gunung (bukit di sekitar Madinah) yang merupakan kambing-kambing zakat. Maka orang itu kembali kepada kaumnya dan berkata, "Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam! Sesungguhnya Muhammad memberi pemberian tanpa takut miskin." (HR. Muslim no. 2312, Ahmad no. 12051 dan Ibnu Khuzaimah no. 2371)

عَنْ أَنَسٍ، " أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَعْطَاهُ غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ، فَأَتَى قَوْمَهُ، فَقَالَ: يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءَ رَجُلٍ لَا يَخَافُ الْفَاقَةَ، وَإِنْ كَانَ الرَّجُلُ لَيَجِيءُ إِلَيْهِ مَا يُرِيدُ إِلَّا الدُّنْيَا، فَمَا يُمْسِي حَتَّى يَكُونَ دِينُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا بِمَا فِيهَا "

Dari Anas bin Malik bahwasanya seseorang meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa salam, maka beliau memberikan kepadanya kambing-kambing yang berada di antara dua gunung. Laki-laki itu segera mendatangi kaumnya dan berkata, "Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam! Karena sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian tanpa takut miskin." Terkadang seseorang datang kepada beliau semata-mata demi mencari harta dunia, maka di waktu sore agama beliau telah lebih ia cintai daripada dunia dan seluruh isinya." (HR. Ahmad no. 13730, hadits shahih menurut syarat Muslim)

Kristenisasi telah berhasil memurtadkan jutaan kaum muslimin di negeri ini dengan kekuatan harta; bantuan makanan, pakaian, pengobatan "gratis", pendidikan "gratis", pekerjaan "gratis" dan seterusnya. Gerakan pluralisme, sekulerisme dan liberalisme yang diotaki oleh kaum Yahudi dan Nasrani internasional juga telah memurtadkan ribuan orang Islam (mahasiswa, dosen, dekan, rektor, peneliti, wartawan, pejabat bahkan kyai dan ulama) dengan gelontoran harta.

Sungguh tidak bisa dipungkiri, harta adalah sarana untuk meneguhkan keimanan dan keislaman, seperti halnya ia bisa menjadi sarana memurtadkan orang Islam. Di bulan Ramadhan yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah Allah Ta'ala ini, marilah kita berintrospeksi diri; sejauh mana kita mempergunakan harta kita demi dakwah Islam?
Wallahu a'lam bish-shawab