Umat manusia tidak dapat menghindar diri dari waktu dan tempat. Mereka
mengenal masa lalu, kini, dan masa depan. Pengenalan manusia mengenai
waktu berkaitan dengan pengalaman empiris dan lingkungan. Kesadaran
kita tentang waktu berhubungan dengan bulan dan matahari, baik dari
segi perputarannya (malam saat terbenam dan siang saat terbitnya)
maupun kenyataan bahwa sehari sama dengan sekali terbit sampai
terbenamnya matahari, atau sejak tengah malam hingga tengah malam
berikutnya.
Perhitungan semacam ini telah dijadikan kesepakatan bersama. Namun
harus digaris bawahi bahwa walaupun hal itu diperkenalkan dan diakui
oleh Al-Quran (seperti setahun sama dengan dua belas bulan pada surat
At-Taubah ayat 36), Al-Quran juga memberitahukan tentang adanya relativitas
waktu, baik yang berkaitan dengan dimensi ruang, keadaan, maupun pelaku.
Waktu yang dialami manusia di dunia berbeda dengan waktu yang
dialaminya kelak di hari kemudian. Ini disebabkan dimensi kehidupan
akhirat berbeda dengan dimensi kehidupan duniawi.
Di dalam surat Al-Kahfi [18]: 19 dinyatakan:
Dan berkata salah seorang dan mereka, “Berapa tahunkah lamanya kamu
tinggal di bumi?” Mereka menjawab, “Kami tinggal (di bumi) sehari atau
setengah hari …”
Ashhabul-Kahfi yang ditidurkan Allah selama tiga ratus tahun lebih,
menduga bahwa mereka hanya berada di dalam gua selama sehari atau
kurang,
Mereka berkata, “Kami berada (di sini) sehari atau setengah hari.” (QS Al-Kahf [18]: 19).
Ini karena mereka ketika itu sedang ditidurkan oleh Allah, sehingga
walaupun mereka berada dalam ruang yang sama dan dalam rentang waktu
yang panjang, mereka hanya merasakan beberapa saat saja.
Allah Swt. berada di luar batas-batas waktu. Karena itu, dalam
Al-Quran ditemukan kata kerja bentuk masa lampau (past tense / madhi)
yang digunakan-Nya untuk suatu peristiwa mengenai masa depan. Allah
Swt. berfirman:
Telah datang ketetapan Allah (hari kiamat), maka janganlah kamu meminta agar disegerakan datangnya …(QS Al-Nahl [16]: 1).
Bentuk kalimat semacam ini dapat membingungkan para pembaca mengenai
makna yang dikandungnya, karena bagi kita, kiamat belum datang. Tetapi
di sisi lain jika memang telah datang seperti bunyi ayat, mengapa pada
ayat tersebut dilarang meminta disegerakan kedatangannya? Kebingungan
itu insyaAllah akan sirna, jika disadari bahwa Allah berada di luar
dimensi waktu. Sehingga bagi-Nya, masa lalu, kini, dan masa yang akan
datang sama saja. Dari sini dan dari sekian ayat yang lain sebagian
pakar tafsir menetapkan adanya relativitas waktu.
Ketika Al-Quran berbicara tentang waktu yang ditempuh oleh malaikat
menuju khadirat-Nya, salah satu ayat Al-Quran menyatakan perbandingan
waktu dalam sehari kadarnya sama dengan lima puluh ribu tahun bagi
makhluk lain (manusia).
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam
sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun". (QS Al-Ma’arij [70]: 4).
Sedangkan dalam ayat lain disebutkan bahwa masa yang ditempuh oleh
para malaikat tertentu untuk naik ke sisi-Nya adalah seribu tahun
menurut perhitungan manusia:
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu". (QS Al-Sajdah [32]: 5).
Ini berarti bahwa perbedaan sistem gerak yang dilakukan oleh satu
pelaku mengakibatkan perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu sasaran. Batu, suara, dan cahaya masing-masing membutuhkan waktu
yang berbeda untuk mencapai sasaran yang sama. Kenyataan ini pada
akhirnya mengantarkan kita kepada keyakinan bahwa ada sesuatu yang
tidak membutuhkan waktu demi mencapai hal yang dikehendakinya. Sesuatu
itu adalah Allah Swt.
"Dan perintah Kami hanyalah satu (perkataan) seperti kejapan mata". (QS Al-Qamar [54] 50).
“Kejapan mata” dalam firman di atas tidak boleh dipahami dalam
pengertian dimensi manusia, karena Allah berada di luar dimensi
tersebut, dan karena Dia juga telah menegaskan bahwa:
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya, “Jadilah!”, maka terjadilah ia (QS Ya Sin [36]: 82)
Ini pun bukan berarti bahwa untuk mewujudkan sesuatu, Allah
membutuhkan kata kun, sebagaimana tidak berarti bahwa ciptaan Allah
terjadi seketika tanpa suatu proses. Ayat-ayat di atas hanya ingin
menyebutkan bahwa Allah Swt. berada di luar dimensi ruang dan waktu.
Dari sini, kata hari, bulan, atau tahun tidak boleh dipahami secara
mutlak seperti pemahaman yang populer sekarang ini. “Allah menciptakan alam
raya selama enam hari”, tidak harus dipahami sebagai enam kali dua
puluh empat jam. Bahkan boleh jadi kata “tahun” dalam Al-Quran tidak
berarti 365 hari –walaupun kata yaum dalam Al-Quran yang berarti hari
hanya terulang 365 kali– karena umat manusia berbeda dalam menetapkan
jumlah hari dalam setahun. Perbedaan ini bukan saja karena penggunaan
perhitungan perjalanan bulan atau matahari, tetapi karena umat manusia
mengenal pula perhitungan yang lain. Sebagian ulama menyatakan bahwa
firman Allah yang menerangkan bahwa Nabi Nuh a.s. hidup di
tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun (QS 29: 14), tidak harus
dipahami dalam konteks perhitungan Syamsiah atau Qamariah. Karena umat
manusia pernah mengenal perhitungan tahun berdasarkan musim (panas,
dingin, gugur, dan semi) sehingga setahun perhitungan kita yang
menggunakan ukuran perjalanan matahari, sama dengan empat tahun dalam
perhitungan musim. Kalau pendapat ini dapat diterima, maka keberadaan
Nabi Nuh a.s. di tengah-tengah kaumnya boleh jadi hanya sekitar 230
tahun.
Al-Quran mengisyaratkan perbedaan perhitungan Syamsiah dan Qamariah
melalui ayat yang membicarakan lamanya penghuni gua (Ashhabul-Kahfi)
tertidur.
Sesungguhnya mereka telah tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (QS Al-Kahf [18]: 25).
Tiga ratus tahun di tempat itu menurut perhitungan Syamsiah,
sedangkan penambahan sembilan tahun adalah berdasarkan perhitungan
Qamariah. Seperti diketahui, terdapat selisih sekitar sebelas hari
setiap tahun antara perhitungan Qamariah dan Syamsiah. Jadi selisih
sembilan tahun itu adalah sekitar 300 x 11 hari = 3.300 hari, atau sama
dengan sembilan tahun.
Di beberapa artikel ada beberapa keterangan, sebagai misal adanya pengakuan seorang pengelana waktu bernama john titor.
Seseorang yang mengaku dari tahun 2036 datang ke tahun 2000 untuk memposting di forum internet, mengaku sebagai prajurit amerika di tahun 2036 mengemban misi ke tahun 1975 untuk mengambil komputer portable pertama di dunia yaitu IBM 5100, dan mampir di tahun 2000-2001 untuk melihat keluarganya.
adapun pro dan kontra terhadap orang ini di forum menjadi topik hangat saat itu, karena dia dapat membuktikan hal-hal yang akan terjadi di masa dpn, dia juga mengupload foto mesin waktu nya, cara kerjanya, dan juga menyebarkan formula ilmiah mesin waktu tersebut di forum.
Beberapa orang di forum mulai memberondong John Titor dgn beragam pertanyaan, kesimpulan yang di dapat bahwa JOhn Titor adalah orang yg cerdas dan mempunya ilmu pengetahuan science yg mendalam, meski JOhn mengaku spesialisasi di History bukan di bidang komputer maupun science.
Siapa JOhn Titor ? Dia mengaku lahir tahun 1998 di florida, dia mengemban tugas dari tahun 2036 untuk ke tahun 1975 tuk mengambil PC IBM 5100, yg menurut dia dimana pc itu terdapat bahasa unix yg dpt memecahkan beragam bahasa unix. menurut dia teknologi di pc itu hanya seglintir org ibm saja yg tahu dan teknologi itu tidak pernah lagi di pasang di pc generasi selanjut nya hingga 2036.
Menurut dia semua sistem unix akan menghadapi time error di tahun 2036, oleh sebab itu IBM 5100 sangat penting.
Hal ini langsung di akui oleh pihak IBM , dan mereka kaget, karena hanya 5 org yg mengetahui hal itu, dan itu pun terjadi pada tahun 1975.
Hal ini sepertinya menunjukkan adanya perjalanan waktu. keluar dari dimensi waktu yang wajar…
Menurut Konsep mesin waktu, yang dijelaskan oleh John Titor, dia mengaku mesin waktu yg di pakai dia adalah C204 yg dpt memuat sampai 3 org mesin ini dimiliki oleh militer amerika di tahun 2036, dan mesin waktu bukan barang yg aneh di masa dia, ada lagi yg tipe lebih besar yaitu C206 yg di buat oleh GE (General Electric) dapat sampai 7 orang. Mesin ini hanya mampu membawa mereka maksium 60tahun ke masa silam dgn kecepatan 10tahun per jam.
Teori mesin waktu menurut John Titor,
1. Apapun yg saya lakukan dgn pergi ke masa silam tidak akan merubah masa depan saya, karena kita hidup di dimensi yg berbeda. Jadi menurut dia bahwa masa depan adalah keputusan. apa pun keputusan yg dibuat, di masa depan sudah ada jawaban nya.
2. Mesin waktu sangat berat bentuk nya panjang seperti box amunisi dengan beban mencapai 500kg, dia harus menaruh alat itu di dalam mobil dgn suspensi yg kuat, dan jika di nyalakan akan terbentu suatu black hole kecil yg mirip dgn donut. dan disaat itu lah semua akan terhisap kedalam black hole itu termasuk mobil nya menuju ketempat tujuan dalam proses perjalanan akan sangat panas, sulit untuk bernafas, dan jika tujuan anda nanti ternyata ada benda atau tembok yg menghalangi kehadiran anda di titik point yg sama maka otomatis mesin waktu akan switch off. jadi anda tidak pindah dari 1 titik ke titik yg lain, tapi anda pindah ke dimensi yg lain.
3. Hukum fisika Kuantum Everett-Wheeler adalah teori yg benar untuk mesin waktu, model ini juga bisa disebut ?Many-Worlds Interpretation? atau dgn kata lain banyak hasil kemungkinan yang akan terjadi di masa depan berdasarkan keputusan saat ini, contoh nya, jika saya kembali ke tahun 1975 untuk membunuh kakek saya, lalu saya kembali ke 2036, saya akan tetap eksis, begitupun orang tua saya. tetapi di dimensi tahun 1975 dan masa depan nya saya dan orangtua saya tidak eksis. ini lah yg disebut many worlds interpretation.
Adanya gambaran dimensi yang berbeda dr john ini mungkin dapat
sedikit memberi gambaran tentang masalah ruang dan waktu. Allah Maha
Mengetahui. Allah telah mengerti masa depan manusia. seperti hanya
misal kasus John ini yang telah mengetahui tentang terjadinya kehidupan
di masa lalu… Ini adalah kasus tidak liniernya sang waktu.
Dan mesin yang digunakan hal ini jg menggunakan teori black hole. Kita jg dapat mengetahui tentang fenomena black hole di luar angkasa.
Allah diatas dimensi ruang dan waktu. Kiamat ini telah ditetapkan.
Dan Allah telah melewati waktu tersebut. Telah terjadi takdir manusia. Telah ditetapkan takdir manusia, dan manusia telah menjalani takdirnya. Kita lihat bahwa sebenarnya kita dapat berbuat apa saja terhadap takdir kita. Tidaklah Allah merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri merubahnya. Namun manusia harus melewati waktu secara linier. mulai dari awal menuju akhir. Kita dapat bayangkan bahwa kita adalah sebuah kaset yang di rewind ulang. Kitalah yang berbuat, bertindak, dan berpikir.
Dan Allah telah melewati waktu tersebut. Telah terjadi takdir manusia. Telah ditetapkan takdir manusia, dan manusia telah menjalani takdirnya. Kita lihat bahwa sebenarnya kita dapat berbuat apa saja terhadap takdir kita. Tidaklah Allah merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu sendiri merubahnya. Namun manusia harus melewati waktu secara linier. mulai dari awal menuju akhir. Kita dapat bayangkan bahwa kita adalah sebuah kaset yang di rewind ulang. Kitalah yang berbuat, bertindak, dan berpikir.
Ini hanyalah sebuah wacana. Allah lah yang Maha Mengetahui. Wallahu’alam Bishawab...