Halaman

Cahaya Pengetahuan Muslim

Selasa, 23 Desember 2014

Kehidupan Yang Hanya Sementara Harus Penuh Dengan Makna

 

Oleh: Ali Maulida, S.S, M.Pd.I
Saudaraku kaum Muslimin…, sesungguhnya ada banyak karakter kehidupan dunia yang harus selalu kita renungi, agar kita dapat menjalani proses kehidupan di dunia ini dengan baik, guna menggapai hasilnya kelak di akhirat juga dengan penuh kebaikan.
Diantara hal yang penting dijadikan bahan renungan, adalah kehidupan dunia bersifat sementara dan tidaklah abadi.
Secara pribadi, setiap manusia akan mengalami fase penutup lembaran kehidupan dunianya yang bernama ‘kematian’. Tidak ada satupun manusia yang dapat lolos darinya. Kematian adalah sesuatu yang pasti datangnya, dan tak ada satupun manusia yang mengetahui kapan datangnya.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ 

 “Setiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah akan disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”  (QS. Ali-Imron [3]: 185).

Di dunia ini telah milyaran manusia hidup mendahului kita, dan mereka telah lama tiada, telah habis masa kehidupan dunia yang menjadi bagian mereka. Kita-pun telah amat sering menyaksikan orang-orang yang hidup sezaman dengan kita, baik keluarga, kerabat, tetangga, maupun orang-orang yang tidak kita kenal, namun kita ketahui kabar kematiannya.
Sekalipun demikian jelasnya perkara kematian, namun tetap saja banyak manusia yang lalai darinya, dan tidak mempersiapkan diri dalam menghadapinya. Padahal setiap detik waktu yang berlalu berarti semakin dekat pula jarak antara dirinya dengan akhir hayatnya.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

 وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ 

 “Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (QS. Qof [50]: 19)

Rosululloh  memerintahkan kita untuk memperbanyak mengingat kematian, sebagaimana beliau bersabda:

“Perbanyaklah mengingat ‘pemutus berbagai kenikmatan’ yaitu kematian(HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, dll)

Banyak orang yang tahu tetapi ‘pura-pura lupa’, atau memang kehidupan dunia telah menjadikannya lupa, bahwa kematian adalah pintu gerbang yang akan dimasuki oleh setiap manusia, sebagai fase awal memasuki kehidupan di alam akhirat.
Sifat lupa memang salah satu karakter yang selalu melekat pada diri manusia.  Namun lupa pada hal ihwal kematian sangat berbeda dengan urusan lainnya. Lupa yang satu ini akan sangat fatal akibatnya. Efek negatifnya tidak lagi bisa dianggap remeh, bahkan multi efek dan dalam jangka panjang..!

Jika hal ini terjadi pada diri seorang muslim, lupa pada kematian sesungguhnya adalah indikasi yang paling jelas akan keimanannya yang sangat lemah terhadap kehidupan akhirat. Ia secara tidak sadar merasa bahwa hidupnya di alam dunia seakan abadi. Memang lisannya tidak mengatakan demikian, tetapi berbagai perbuatan dan tindak-tanduknyalah yang menjadi bukti. Ia sangat sering melakukan dosa, bahkan telah menjadikannya rutinitas keseharian. Rasa takut pada ancaman Alloh atas perbuatan maksiat, telah lama sirna dari dalam dirinya.
Perbuatan dosa yang seharusnya terasa pedih di dalam jiwa, sudah lama tak terasa lagi. Kedurhakaan kepada Alloh dan tindakan menyelisihi syariat-Nya, sangat mungkin telah menjadi hal yang lumrah dan biasa saja.

Sebaliknya, begitu banyak janji yang Alloh azza wa jalla dan Rosul-Nya kabarkan berupa pahala nan agung dan berlimpah dibalik setiap bentuk amal sholih, kini tak lagi ia hiraukan. Tak lagi ada ‘kejar, lomba, dan bersegera’ dalam melakukan kebaikan. Indahnya surga tak lagi memikat baginya. Tak heran, karena memang yang dikejarnya hanyalah dunia…!!
Lupa akan kematian, benar-benar akan berefek panjang. Orang yang memiliki sifat ini, dapat dipastikan terbawa arus hawa nafsu dan setan durjana yang selalu siap ‘memangsanya’. Ia tak lagi peduli akan seperti apa kehidupannya di dalam kubur, dan selanjutnya fase kehidupan abadi di akhiratnya nanti.
Renungilah ayat Alloh ta’ala berikut ini:

وَعْدَ اللَّهِ ۖ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (6)  وَعْدَ اللَّهِ ۖ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (7)  أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ ۗ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ (8)

“….Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang tampak (saja) berupa kehidupan dunia; sedangkan tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai. Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar ingkar terhadap pertemuan dengan Tuhan mereka.” (QS. ar-Rum [30]: 6-8)
Akibat kelalaian ini, Alloh memberikan hukuman setimpal bagi mereka di akhirat kelak, sebagaimana dalam firman-Nya:

 وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ (124)  قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125)  قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ (126)

“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Ia akan berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau mengumpulkanku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”. Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitupula pada hari ini kamupun dilupakan”. (QS. Thoha [20]: 124-126)

Jadilah Muslim yang Cerdas…
Berbeda dengan orang pertama tadi, adapun seorang muslim yang cerdas akan selalu ingat dengan kematian. Kehidupan di dunia yang sangat sementara ini, ia jadikan kesempatan untuk memperbanyak perbekalan menuju negeri abadi. Setiap detik waktu yang ia miliki terus dioptimalkan menjadi pundi-pundi kebaikan yang ia harapkan menjadi pemberat timbangannya di akhirat kelak.
Muslim yang demikian sangat pantas mendapat predikat ‘al-kayyis’  (cerdas) karena ia menggunakan akalnya untuk berfikir, mentadabburi hakikat kehidupan dunia ini, dan dengan demikian keimanannya menjadi semakin kokoh. Hal ini juga dikarenakan ia pandai mengambil pelajaran (ibroh) dari banyak peristiwa di alam semesta ini.

Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
 “Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya dan giat beramal untuk kehidupan setelah kematian (akhirat). Adapun orang yang lemah (pandir) adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya sedangkan ia mengira mendapatkan pahala dari Alloh (kesuksesan di akhirat).” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim)

Hidup yang hanya sekali ini haruslah dimanfaatkan dengan optimal dalam memperbanyak bekal. Bekal yang sesungguhnya dibutuhkan oleh setiap manusia untuk sebuah perjalanan panjang di kehidupan akhirat kelak.

Sebuah perjalanan panjang…? Ya…, kehidupan di akhirat sangatlah panjang, bahkan kekal abadi, dimana ia sangat ditentukan oleh bagaimana kita menata dan mengisi hidup di dunia ini. Hanya ada dua pilihan tempat tinggal bagi manusia, yaitu; surga atau neraka.
Dunia adalah tempat bercocok tanam, dan di akhiratlah kita akan menuai hasilnya. Dunia adalah tempat beramal, hanya disini kesempatan itu terbentang luas. Adapun di akhirat, tak ada lagi sedikitpun waktu untuk beramal, karena disana adalah tempat memetik buah atas amal.

Muslim yang cerdas tentunya akan memanfaatkan seoptimal mungkin waktunya, yaitu usia yang dimilikinya untuk menanam benih berupa karya-karya terbaiknya; amal sholih yang pasti akan Alloh azza wa jalla berikan balasan di akhirat dengan yang jauh lebih baik.

 وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 


“Berlomba-lombalah kalian dalam melakukan kebaikan…”. (QS. al-Baqoroh [2]: 148).
Akhirnya, selamat berlomba dan berpacu dalam menghasilkan karya terbaik…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar