Berkenaan dengan adanya satu model pemurtadan yang terjadi di hampir seluruh daerah di Mentawai, yaitu bermotif pendidikan. Misalnya, sebut saja Desa A, hanya tersedia SD, ketika anak Desa A ini ingin melanjutkan pendidikan SMP, maka dia akan pindah desa. Saat pindah itulah, mereka akan menumpang di tempat saudaranya, yang banyak diantara mereka yang non-muslim.
Disinilah awal dari proses pemurtadan, karena bergaul dengan keluarga
non muslim yang sehari-hari biasa makan daging babi dan menenggak
minuman keras. Mau tidak mau, mulailah anak ini ikut-ikutan, lama-lama
terbiasa. Ketika tidak ada orang yang mengajarkan, mengarahkan dan
mengingatkan, maka habislah sudah Islam anak ini, akhirnya mereka murtad
tanpa disadari. Hal ini terjadi pula untuk desa yang hanya tersedia SD
dan SMP, ketika anak melanjutkan sekolah ke tingkat SMA, berulanglah
kejadian serupa.
Sebetulnya, banyak desa di Mentawai, satu desa hanya
tersedia SD dan SMP. Di Desa Muara, kini sudah ada SD, SMP, dan SMA
serta Madrasah Ibtidaiyah Al-Washliyah.
Asrama Kristen
Melihat banyaknya anak-anak yang pindah desa jika ingin melanjutkan
sekolah, pihak Kristiani membangun asrama-asrama yang diperuntukkan bagi
anak-anak dari desa lain yang datang untuk menimba ilmu. Letak asrama
pun berdekatan dengan gereja. Di Desa Muara, terdapat asrama milik
Katolik.
Seluruh gereja, asrama, rumah pastor, sekolah dan bangunan pendukung
lainnya, letaknya hanya sekitar 400 meter dari Masjid Al Wahidin.
Satu-satunya sekolah Islam adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Washliyah.
Satu MI dihimpit oleh 3 gereja, 2 sekolah dan 3 asrama.
Asrama milik umat Islam ada 2 rumah, dengan kondisi bangunan yang
memperihatinkan. Bangunannya sudah hampir tak layak huni, karena sudah
berbilang tahun digunakan anak-anak dari desa lain secara gratis. Semua
lekang dimakan waktu, karena tak ada dana operasional dan dana
pemeliharaan rumah atau asrama tersebut.
Di Desa Muara Siberut, terdapat dua asrama, yakni asrama putra yang
berasal dari salah seorang warga yang mewakafkan rumahnya, dan ada pula
asrama putrid yang menggunakan mess da’i Dewan Dakwah Islamyiah
Indonesia (DDII).
Setelah diasramakan, ternyata permasalah baru muncul, karena
pergaulan. Mereka berpacaran dengan umat non-muslim. Ada satu budaya di
sana (kebanyakan, mesti tidak semua orang), jika sudah dilamar, maka
keluarga membiarkan seperti sudah pasangan suami-istri, tinggal serumah,
walaupun nantinya, ada juga yang tidak jadi menikah. Melihat kondisi
ini, diperlukan da’i yang bisa menjadi pendidik, teladan, dan pemberi
nasihat bagi masyarakat.
Islamic Center Akan Dibangun
Kabar gembira pun datang, rencananya, di Kabupaten Mentawai akan
segera dibangun Islamic Center, tepatnya di Desa Mailepet, Kecamatan
Siberut Selatan. Islamic Center yang berdiri di tanah seluas 3 hektar
ini, Insya Allah akan terdiri dari: masjid, sekolah (TK –SMA), asrama
putra dan putri serta poliklinik. Sarana ini merupakan bantuan dari para
donator di Indonesia.
Keberadaan Islamic Center ini memiliki posisi strategis, dipinggir
jalan utama dan di pinggir pantai yang sangat memudahkan transportasi
darat dan laut. Pembangunannya akan melibatkan seluruh potensi
masyarakat di Mentawai, khususnya masyarakat Kecamatan Siberut Selatan,
karena merekalah yang paling tahu, apa yang akan dibutuhkan untuk umat
di Mentawai sampai 30 atau 50 tahun yang akan datang.
Alhamdulillah, seluruh masyarakat yang muslim dan para aparatur
pemerintahan tingkat desa sampai kecamatan, sangat mendukung pembangunan
Islamic Center ini, dan mereka siap membantu tenaga dan pemikirannya
guna kemajuan Islam di daerah mereka. Hal ini terlihat dari
dimudahkannya mengurus surat-surat sebagai kelengkapan administrasi
untuk pembangunan Islamic Center Mentawai.
Terbetik kabar, rencana pembangunan Islamic Center ini mendapat
tantangan tersendiri, karena dihadapkan oleh penolakan dari pihak
non-muslim di sekitar Mentawai. Mengingat Muslim disana minoritas, maka
mulai dari perencanaannya, membeli materialnya, kayu dan sebagainya,
diperlukan kerja cerdas agar tidak melanggar norma aturan yang berlaku
di sana.
Selain posisi yang strategis, Islamic Center ini berdekatan dengan
LSM “Fajar Harapan” yang sering kali mengadakan kegiatan-kegiatan guna
pendangkalan akidah, melalui: bantuan makanan, kegiatan sosial, dan
sebagainya.
Ada banyak LSM-LSM serupa yang bertebaran di seluruh daerah di
Mentawai. Dari mulai pastor dan pendeta yang berasal dari Eropa
(Roma-Italia) dan negara-negara lain. Bahkan ada juga para mahasiswa
dari Universitas Kristen, seperti: UKI Jakarta, yang secara rutin
melakukan kegiatan-legiatan pendangkalan akidah, melalui ‘kedok’ bantuan
bencana alam, sembako, pasar murah, pengobata massal secara gratis
hingga acara menghibur anak-anak dan lain-lain.
Seluruh kegiatan itu mereka laksanakan di gereja, bukan di
tempat-tempat umum, seperti kelurahan atau puskesman setempat. Yang
menarik lagi, seringkali kegiatan-kegiatan itu mereka laksanakan,
waktunya bersamaan ketika umat Islam tengah menggelar pengajian atau
tabligh akbar atau kegiatan dakwah lainnya. Mereka masuk sampai ke
desa-desa yang tidak ada pasokan listrik, tidak ada signal HP operator
apapun, membelah laut, menerjang ombak, menelusuri hutan untuk
menjalankan misi Kristianinya.
“Masihkah kita berdiam diri? Tidak kah kita mau ambil bagian dalam
dakwah? Menjaga akidah saudara-saudara Muslim kita agar terhindar dari
pemurtadan,” tukas Ustadz Aldi AF Abdurrohim, yang mengajak generasi
muda Islam untuk berdakwah di daerah terpencil seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar