Orang kaya pastikah selalu merasa cukup? Belum tentu. Betapa banyak
orang kaya namun masih merasa kekurangan. Hatinya tidak merasa puas
dengan apa yang diberi Sang Pemberi Rizki. Ia masih terus mencari-cari
apa yang belum ia raih. Hatinya masih terasa hampa karena ada saja yang
belum ia raih.
Coba kita perhatikan nasehat suri tauladan kita. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَالَ لِي
رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى
كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة
الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ :
إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai
Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang
disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi,
“Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?”
“Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun
bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati
(hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati
(hati yang selalu merasa tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Inilah nasehat dari suri tauladan kita. Nasehat ini sungguh berharga.
Dari sini seorang insan bisa menerungkan bahwa banyaknya harta dan
kemewahan dunia bukanlah jalan untuk meraih kebahagiaan senyatanya.
Orang kaya selalu merasa kurang puas. Jika diberi selembah gunung berupa
emas, ia pun masih mencari lembah yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Oleh karena itu, kekayaan senyatanya adalah hati yang selalu merasa
cukup dengan apa yang Allah beri. Itulah yang namanya qona’ah. Itulah
yang disebut dengan ghoni (kaya) yang sebenarnya.
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Hakikat kekayaan
sebenarnya bukanlah dengan banyaknya harta. Karena begitu banyak orang
yang diluaskan rizki berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah
merasa puas dengan apa yang diberi. Orang seperti ini selalu berusaha
keras untuk menambah dan terus menambah harta. Ia pun tidak peduli dari
manakah harta tersebut ia peroleh. Orang semacam inilah yang seakan-akan
begitu fakir karena usaha kerasnya untuk terus menerus memuaskan
dirinya dengan harta. Perlu dikencamkan baik-baik bawa hakikat kekayaan
yang sebenarnya adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni,
selalu merasa cukup). Orang yang kaya hati inilah yang selalu merasa
cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah (puas) dengan yang
diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah. Orang semacam ini tidak
begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak
pernah letih untuk terus menambahnya. Kondisi orang semacam inilah yang
disebut ghoni (yaitu kaya yang sebenarnya).”
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan pula, “Orang yang disifati dengan kaya hati adalah orang yang selalu qona’ah
(merasa puas) dengan rizki yang Allah beri. Ia tidak begitu tamak untuk
menambahnya tanpa ada kebutuhan. Ia pun tidak seperti orang yang tidak
pernah letih untuk mencarinya. Ia tidak meminta-minta dengan bersumpah
untuk menambah hartanya. Bahkan yang terjadi padanya ialah ia selalu
ridho dengan pembagian Allah yang Maha Adil padanya. Orang inilah yang
seakan-akan kaya selamanya.
Sedangkan orang yang disifati dengan miskin hati adalah kebalikan dari orang pertama tadi. Orang seperti ini tidak pernah qona’ah
(merasa pus) terhadap apa yang diberi. Bahkan ia terus berusaha kerus
untuk menambah dan terus menambah dengan cara apa pun (entah cara halal
maupun haram). Jika ia tidak menggapai apa yang ia cari, ia pun merasa
amat sedih. Dialah seakan-akan orang yang fakir, yang miskin harta
karena ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diberi. Oran
inilah orang yang tidak kaya pada hakikatnya.
Intinya, orang yang kaya hati berawal dari sikap selalu ridho dan menerima segala ketentuan Allah Ta’ala.
Ia tahu bahwa apa yang Allah beri, itulah yang terbaik dan akan
senatiasa terus ada. Sikap inilah yang membuatnya enggan untuk menambah
apa yang ia cari.”
Perkataan yang amat bagus diungkapkan oleh para ulama:
غِنَى النَّفْس مَا يَكْفِيك مِنْ سَدّ حَاجَة فَإِنْ زَادَ شَيْئًا عَادَ ذَاكَ الْغِنَى فَقْرًا
“Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau butuh.
Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah
ghina (kaya hati), namun malah fakir (miskinnya hati).”
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kaya yang terpuji adalah
kaya hati, hati yang selalu merasa puas dan tidak tamak dalam mencari
kemewahan dunia. Kaya yang terpuji bukanlah dengan banyaknya harta dan
terus menerus ingin menambah dan terus menambah. Karena barangsiapa yang
terus mencari dalam rangka untuk menambah, ia tentu tidak pernah merasa
puas. Sebenarnya ia bukanlah orang yang kaya hati.”
Namun bukan berarti kita tidak boleh kaya harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
Dari sini bukan berarti kita tercela untuk kaya harta, namun yang
tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa
yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan
rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang
diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Sifat qona’ah dan selalu merasa cukup itulah yang selalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta pada Allah dalam do’anya. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يقول : (( اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721).
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “”Afaf
dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak
diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup
dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.”
Saudaraku ... milikilah sifat qona’ah, kaya hati yang selalu
merasa cukup dengan apa yang Allah beri. Semoga Allah menganugerahkan
kita sekalian sifat yang mulia ini.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar