Malam minggu nanti Sabtu, 10 Desember 2011, langit malam di Indonesia akan di hiasai oleh gerhana bulan total terakhir pada tahun 2011. Menurut pakar astronom yang di posting di dalam jejaring sosialnya, mengatakan "gerhana mulai terjadi pada pukul 18.35 WIB ditandai dengan mulai bersentuhannya cakram bulan terhadap penumbra". dan "Totalitas, yakni tertutupinya cakram bulan secara sepenuhnya oleh umbra, terjadi pukul 21.07 hingga 21.57 WIB, selama 50 menit, dengan puncak gerhana pada pukul 21.32 WIB, dan gerhana bulan pun sangat aman di saksikan tanpa alat pengaman.
Islam menganjurkan sholat gerhana bulan, karena peristiwa langka itu dijadikan sebagai peneguh Iman, Bahwasannya Alloh berkuasa atas alam semesta. Jika Alloh mampu mendekatkan bumi dan matahari, maka sangat mungkin menjadikannya salaing bertabrakan.
Adapun tata cara sholat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya.
Ada yang mengatakan bahwa sholat gerhana dilakukan sebagaimana sholat sunnah biasa, dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud.
Ada juga yang berpendapat bahwa sholat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435-437)
Hal ini berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk menyeru ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan sholat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901)
“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemudian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.” (HR. Bukhari, no. 1044)
Ringkasnya, agar tidak terlalu berpanjang lebar, tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:
1. Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan
karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya
dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau shallallahu
’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada
shalat tertentu kepada para sahabatnya.
2. Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
3. Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian
membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat
Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih)
sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:
جَهَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
4. Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.
5. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’
6. Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan
dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang
kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
7. Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.
8. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
9. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.
10. Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua
sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya
lebih singkat dari sebelumnya.
11. Salam.
12. Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang
berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan
membebaskan budak. (Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1/438)
Nasehat :
Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami ini.
Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana ini adalah takut, khawatir
akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti kebiasaan orang
sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan
membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan
tuntunan dan ajakan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu.
Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat.
Lihatlah yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:
Lihatlah yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ ».
Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Alloh.” (HR. Muslim no. 912)
An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat.
Beliau rahimahullah menjelaskan dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat. (Lihat Syarh Muslim, 3/322).
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Alloh, khawatir akan tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai Alloh. Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat maksiat. Na’udzu billahi min dzalik.
Demikian penjelasan yang ringkas ini. Semoga tulisan ini bermanfaat
bagi seluruh Umat muslimin. Semoga Umat muslimin yang lain juga dapat
mengetahui hal ini.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, dapat beramal sholih dan semoga kita selalu diberkahi rizki yang thoyib.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, dapat beramal sholih dan semoga kita selalu diberkahi rizki yang thoyib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar