Halaman

Cahaya Pengetahuan Muslim

Kamis, 15 Januari 2015

Fiqih Pengobatan Secara Islami

Oleh: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc, M.E.I.
Rasa sakit adalah salah satu bentuk ujian dari Alloh ta’ala. Sabar menyikapi segala macam penyakit yang menimpa dengan tetap berprasangka baik kepada Alloh akan mengangkat derajat dan menghapus dosa seorang hamba. Akan tetapi, kesalahan dalam menyikapi ujian berupa penyakit dapat merusak keagamaan seseorang.




Sakit yang menimpa manusia membuktikan bahwa manusia butuh kepada Alloh subhanahu wa ta’ala yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya. Dialah Alloh yang berhak memberi manfaat dan mudharat kepada makhluk-Nya. Manusia yang membutuhkan manfaat dan perlindungan dari mudharat harus meminta kepada-Nya. Di antara rahmat Alloh atas hamba-hamba-Nya, Dia tidaklah menurunkan penyakit di muka bumi ini melainkan Dia turunkan pula obat penawarnya.

Al-Bukhori meriwayatkan dari Abu Huroiroh rodhiallohu anhu, dari Nabi sholallohu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Tidaklah Alloh turunkan penyakit melainkan Alloh turunkan pula obat penawarnya.” (HR. Bukhori No. 5678)

Jumhur ulama dari kalangan mazhab Hanafi dan mazhab Maliki berpendapat bahwa berobat hukumnya mubah yaitu dibolehkan. Sementara ulama mazhab Syafi’i, Al-Qadhi rohimahulloh, Ibn Aqil rohimahulloh dan Ibn al-Jauzi rohimahulloh dari kalangan ulama Hambali rohimahulloh berpendapat bahwa berobat hukumnya mustahab yaitu dianjurkan.

Sebenarnya berobat merupakan sebab menyembuhkan penyakit yang dibolehkan oleh Alloh dan Rosul-nya. Sebab tersebut merupakan ikhtiar seseorang dari takdir menuju takdir. Akan tetapi, hak kesembuhan tetap milik Alloh subhanahu wa ta’ala semata.
Muslim meriwayatkan dari Jabir rodhiallohu anhu, dari Rasululloh sholallohu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Setiap penyakit terdapat obat penawarnya, maka apabila obat penyakit tersebut tepat maka atas izin Alloh akan terbebas.” (HR. Muslim No. 5741)

Dalam hadits-hadits shohih telah disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah menafikan tawakal. Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan menghangatkan diri karena dingin tidak menafikan tawakal. Tidak akan sempurna hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiar (usaha) yang telah dijadikan Alloh ta’ala sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir. Bahkan meninggalkan ikhtiar dapat merusak hakikat tawakal, sebagaimana juga dapat mengacaukan urusan dan melemahkannya. Karena orang yang meninggalkan ikhtiar mengira bahwa tindakannya itu menambah kuat tawakalnya. Padahal justru sebaliknya, meninggalkan ikhtiar merupakan kelemahan yang menafikan tawakal. Sebab hakikat tawakal adalah mengaitkan hati kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dalam meraih apa yang bermanfaat bagi hamba untuk dunia dan agamanya serta menolak mudharat terhadap dunia dan agamanya. Tawakal ini harus disertai dengan ikhtiar, jikalau tidak berarti ia telah menafikan hikmah dan perintah Alloh. Janganlah seorang hamba itu menjadikan kelemahannya sebagai tawakal dan jangan pula menjadikan tawakal sebagai kelemahannya. (Ibn al-Qayyim, Zaad al-Ma’ad IV/15)
Pada kondisi-kondisi tertentu berobat diwajibkan kepada orang tertentu dalam kondisi tertentu yaitu bagi seorang yang jika meninggalkan berobat bisa jadi membinasakan diri, anggota badan atau dirinya jadi lemah, juga bagi orang yang penyakitnya bisa berpindah bahayanya kepada orang lain.

Syaikh Shalih al-Munajjid hafidzahullah dalam fatwanya No. 2148 yang dimuat dalam situs islamqa.info menjelaskan rincian hukum berobat sebagai berikut:
  1. Berobat jadi wajib jika tidak berobat dapat membinasakan diri orang yang sakit.
  2. Berobat disunnahkan jika tidak berobat dapat melemahkan badan, namun keadaannya tidak seperti yang pertama.
  3. Berobat dihukumi mubah (boleh) jika tidak menimpa pada dirinya dua keadaan pertama.
  4. Berobat dihukumi makruh jika malah dengan berobat mendapatkan penyakit yang lebih parah.
Dalam Islam, ada beberapa obat yang sangat dianjurkan untuk dikonsumi, baik untuk pencegahan maupun untuk pengobatan. Di antara yang disebutkan dalam nash sebagai obat adalah madu, habbahtussauda, minyak zaitun, bekam, ruqyah, kurma ajwa dan lain-lain. Tentu, keyakinan terhadap apa-apa yang disebut sebagai obat oleh Alloh dan Rosul-Nya harus diyakini dengan sepenuhnya, karena itu adalah wahyu Alloh dan Dia Maha Mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi hamba-Nya.
Dalam kitab hadits shohih al-Bukhori terdapat bab khusus tentang pengobatan yaitu kitab al-Thibb yang berarti: Kitab Pengobatan. Demikian pula Imam Muslim banyak meriwayatkan hadits-hadits tentang pengobatan dalam kitab shohihnya. Berikut contoh ayat dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang obat yang dianjurkan untuk dikonsumsi.

Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman tentang lebah dalam al-Qur’an:

 يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ 

“Dari perut lebah itu keluar cairan dengan berbagai warna, di dalamnya terdapat kesembuhan bagi manusia.” (QS. Al-Nahl [16]: 69)

Al-Bukhori meriwayatkan dari Ibn Abbas rodhiallohu anhu, dari Nabi sholallohu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Kesembuhan terdapat dalam tiga hal, yakni sayatan alat bekam, minuman madu, dan sundutan api. Aku melarang ummatku dari sundutan api.” (HR. Bukhori)

Riwayat Al-Bukhori lainnya, dari Abu Huroiroh rodhiallohu anhu bahwa beliau mendengar Rasululloh sholallohu alaihi wasallam  bersabda, “Habbah Sauda adalah obat dari segala macam penyakit kecuali kematian.”  (HR. Bukhori No. 5688 dan Muslim No. 5761)

Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab sunannya dari Abdulloh ibn Umar, dari bapaknya rodhiallohu anhu, beliau berkata bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda, “Gunakan zaitun sebagai lauk dan minyak, karena ia merupakan pohon yang diberkahi.” (HR. Ibnu Majah)

Adapun obat-obatan yang sudah diuji secara ilmiah ilmu kedokteran maka tidak mengapa bagi seorang muslim mengkonsumsinya selama kandungan obatnya halal, dan juga dibolehkan berobat kepada dokter. Dibolehkan pula obat-obatan tradisional yang sudah teruji berdasarkan eksperimen dari para ahlinya yang mengetahui formula obat-obatan, karakteristik dan cara penggunaannya.Tapi peru diingat, bahwa hak kesembuhan hanyalah milik Alloh sehingga selain menjalani ikhtiar dengan berobat juga harus diiringi dengan berdoa kepada Alloh. Sedangkan berobat kepada dukun, orang pintar, lewat bantuan jin, menggunakan benda-benda keramat, sihir, ataupun yang tidak lazim serta tidak masuk akal seperti Batu Ponari, maka jelas diharamkan yang bisa mengarahkan pada kesyirikan. Wallohu ta’ala a’lam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar