Dari
Abu Abdulloh Az-Zubair bin Al-‘Awwam rodhiallohu anhu, ia berkata:
Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda: “Sungguh seandainya
salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke
gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian
dengan hasil itu Alloh mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada
meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR.
al-Bukhori)
Pernah
suatu hari salah seorang shohabiah Nabi sholallohu alaihi wasallam,
Hindun binti Utbah rodhiallohu anha datang menemui Rosululloh sholallohu
alaihi wasallam mengadukan kesulitannya karena suaminya tidak memberikan
nafkah yang cukup untuknya dan anak-anaknya. Ia terpaksa mengambil harta
suaminya tanpa sepengetahuannya untuk mencukupi kebutuhan. Maka Rosululloh sholallohu
alaihi wasallam bersabda kepadanya:
“Ambillah
(dari harta suamimu) apa yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang
baik.” (HR. al-Bukhori – Muslim)
Dua
hadits di atas menggambarkan bahwa begitu pentingnya mencari nafkah. Meskipun
sepertinya dua hadits di atas tidak terkait, namun bisa disimpulkan bahwa
seseorang yang bekerja untuk mencari nafkah lebih utama dari sekedar
meminta-minta harta kepada orang lain.
Dalam
struktur keluarga, tugas dalam mencari nafkah adalah sepenuhnya milik sang
suami atau ayah. Karena suami merupakan kepala rumah tangga yang bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan rumah tangganya. Bahkan menafkahi keluarga
merupakan satu amalan besar di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala.
Alloh
subhanahu wa ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS. An-Nisa [4]: 34).
Dalam
ayat tersebut dijelaskan bahwa salah satu sebab laki-laki lebih utama dari
wanita karena mereka menginfakkan hartanya pada mereka. Dan di antara infak
yang paling utama adalah menanggung nafkah istrinya. Oleh karena itu sang istri
harus memahami akan kewajiban ini. Jangan sampai ia menuntut nafkah di luar
kesanggupan suaminya. Karena hal tersebut kedzoliman terhadap suami. Begitu
juga bagi sang suami jangan sampai terlalu pelit bahkan menelantarkan tidak
memberi nafkahnya pada istri sehingga ia merasa kekurangan karena hal ini juga
suatu kedzoliman.
Persoalan
nafkah merupakan suatu hal yang sangat sensitif. Karena ini menyangkut
keberlangsungan hidup rumah tangga. Meskipun kadarnya masih di bawah pola hidup
beragama masing-masing pasangan, namun inipun bisa menjadi keruh jika tidak
diselesaikan secara baik dan benar.
Oleh
karena itu, masing-masing pihak baik itu suami sebagai pencari nafkah maupun
istri sebagai pengelola keuangan harus senantiasa mengerti dan memahami tugas
dan perannya masing-masing. Harta yang didapatkan suami atas apa yang
diusahakannya merupakan karunia dari Alloh. Jika istri bersabar serta merasa
cukup (qona’ah) dengannya, maka Alloh akan memberikan keberkahan di
dalamnya. Namun sebaliknya, jika sang istri sebagai “pengelola” keuangan
terus-terusan mengeluh bahkan cenderung merendahkan hasil jerih payah suami
atau bahkan berlaku boros, maka ini merupakan sebuah pelanggaran yang fatal
dilakukan oleh seorang istri. Imbasnya adalah akan memicu masalah dalam
keluarga yang berakibat kepada perceraian, naudzubillahi min dzalik.
Untuk
itu, perlu ditanamkan sedini mungkin kepada istri bahwa urusan nafkah dan rizki
adalah di bawah pengaturan Alloh ta’ala. Kita hanya diwajibkan untuk
berikhtiar, selebihnya serahkan kepada Alloh dengan diiringi doa tentunya.
Agar
Nafkah Menjadi Berkah
Kekayaan
yang Alloh subhanahu wa ta’ala berikan kepada manusia hanyalah titipan
sementara. Sebagian manusia ada yang mendapatkan dengan jumlah yang besar, ada
juga sebagian lainnya mendapatkan titipan itu dengan jumlah yang kecil. Namun
dalam pandangan Islam, keberkahan harta tidaklah diukur dari besaran jumlah
nominal.
Harta
kekayaan seseorang akan berkah jika pemiliknya melakukan amalan-amalan sesuai
dengan tuntunan Islam. Berikut amalan-amalan yang dimaksud:
Pertama, bersyukur kepada Alloh atas segala nikmat yang
dikaruniakan kepadanya. Alloh ta’ala berfirman,
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kalian
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, tetapi jika kalian
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrohim [14]: 7)
Kedua, silaturahim. Amalan ini merupakan upaya menyambung tali
persaudaraan antar sesama manusia, merajut dan memperkuat ukhuwah
islamiyah (persaudaraan Muslim) dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan
sesama manusia). Praktik ini dapat melapangkan rezeki dari Alloh I.
Abu
Huroiroh rodhiallohu anhu menyampaikan sebuah hadits Nabi sholallohu
alaihi wasallam yang berkaitan dengan hal ini, “Barangsiapa yang ingin
dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali
kekerabatan (silaturahim).” (HR al-Bukhori).
Ketiga, menafkahkannya di jalan Alloh. Berkembangnya harta
dipengaruhi juga oleh faktor di mana ia dibelanjakan.
مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Alloh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Alloh melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan, Alloh Mahaluas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 261).
Keempat, senantiasa melakukan kebaikan. Segala kebaikan akan
kembali kepada pelakunya. Kebaikan itu akan membuahkan keberkahan dan
kebahagiaan. Dalam Al-Quran, dijelaskan,
إِنْ
أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika
kalian berbuat baik, (berarti) kalian berbuat baik bagi dirimu.” (QS Al-Isro’ [17]: 7)
Kelima, berzakat dan bersedekah. Zakat dan sedekah akan
membersihkan harta seseorang karena di dalamnya terdapat hak orang lain. Alloh subhanahu
wa ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ
إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kalian membersihkan dan
menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya, doa kalian itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan, Alloh Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. At-Taubah [9]: 103)
Itulah
lima amalan yang akan mendatangkan keberkahan harta kekayaan. Semoga Alloh subhanahu
wa ta’ala menurunkan keberkahan-Nya dari langit dan bumi melalui harta
kekayaan yang kita miliki. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar